----------SUGENG RAWUH----------

Jumat, 12 Oktober 2012

ASAL USUL BANI UMAYYAH


ilustrasi tulisan usman bin affan
           Kerajaan Bani Umayyah didirikan oleh Mu’awiyah Bin Abu Sufyan bin harb pada tahun 41 H/661 M di Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun 60 H/ 681 M ada yang mengatakan sampai pada tahun132 H/750 M. Muawiyah bin Abu Sufyan adalah seorang politisi handal dimana pengalaman politiknya sebagai gubernur Syam pada masa khalifah Utsman bin Affan cukup mengantar dirinya mampu mengambil alih kekuasaan dari genggaman keluarga Ali bin Abi Thalib. Tepatnya setelah Husein putra Ali binThalib dapat dikalahkan oleh Umayyah.
Memasuki  masa kekuasaan  Muawiyyah, Hampir semua sejarawan  membagi dinasti umayah (umawiyah) menjaadi dua, yaitu pertama, Dinasti Umayah  yang di rintis dan didirikan oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan yang berpusat di Damaskus (siria). fase ini berlangsung sekitar satu abad dan mengubah system pemerintah dari system khalifah dan system mamlakat (kerajaan atau monarki) dan kedua, Dinasti Umayah di Andalusia (Siberia) yang pada awalnya merupakan wilayah taklukan Umayah dibawah pimpinan seorang gubernur pada zaman Walid ibn Abdul Malik, kemudian diubah menjadi kerajaan yang terpisah dari kekuasaan Dinasti Bani Abbas,  setelah berhasil menaklukan Dinasti Umayah di Damaskus.
ilustrasi sebuah kerajaan
Perintisan Dinasti Umayah dilakukaan oleh Muawiyah dengan cara menolak membai’at Ali,berperang melawan Ali, dan melakukan perdamaian (tahkim) dengan pihak Ali yang secara politik sangat menguntungkan Muawiyah.  Keberuntungan muawiyah berikutnya adalah keberhasilan pihak Khawarij membunuh khalifah Ali r.a. jabatan khalifah setelah Ali r.a. wafat, dipegang oleh putranya, Hasan Ibn Ali selama beberapa bulan. Akan tetapi, karena tidak didukung oleh pasukan yang kuat, sedangkan pihak Muawiyah semakin kuat, akhirnya  Muawiyah melakukan perjanjian dengan Hasan Ibn Ali." Isi perjanjian " itu adalah bahwa penggantian pemimpin akan diserahkan kepada umat Islam setelah masa Muawiyah berakhir. Perjanjian ini dibuat pada tahun 661M (41H). dan tahun tersebut disebut am jama’ah karena perjanjian ini mempersatukan umat Islam kembali menjadi satu kepemimpinan politik, yaitu Muawiyyah mengubah system khilafah menjadi monarchiheridetis atau kerap dikenal dengan pemerintahan monarki (kerajaan turun temurun). Pada masa itu, Umat Islam telah bersentuhan dengan peradaban Persia dan Bizantium. Oleh karena itu, Muawiyah juga bermaksud meniru cara suksesi kepemimpinan secara turun menurun (Monarchi). Akan tetapi, gelar pemimpin pusat tidak disebut raja (malik). Muawiyah tetap menggunakan gelar kholifah dengan makna konotatif yang diperbaharui. Jika pada zaman Khulafaur Rasyidin, khalifah tersebut itu yang dimaksudkan adalah khalifah Rasul SAW, pemimpin masyarakat, sedangkan pada zaman bani Umayyah yang dimaksudkan dengan kholifah disini adalah Kholifah Allah yaitu pemimpin atau penguasa yang diangkat oleh Allah. Langkah awal dalam pengangkatan putranya Yazid bin Muawiyah,  ia menggangkatnya sebagai putra mahkota.
Pemerintahan Bani Umayah dinisbatkan kepada Umayah bin Abd Syam bin Abdi Manaf. Dia adalah seorang tokoh penting di tengah Quraisy pada masa jahiliyyah. Dia dan pamannya Hasyim bin Abdi Manaf selalu bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan kedudukan. Namun setelah Islam datang, pertarungan menduduki kekuasaan ini menjelma menjadi sebuah permusuhan yang transparan dan terbuka. Bani Umayah melakukan perlawanan terhadap rasulullah dan dakwahnya, sedangkan Bani Hasyim mendukung Rasulullah dan mengikutinya. Bani Umayah tidak masuk Islam, kecuali ketika tidak ada jalan lain yang mengharuskan mereka masuk Islam. Ini terjadi  setelah penaklukan kota Mekkah.  
ilustrasi perang penaklukan daerah
Secara umum, penaklukan bani Umayyah, meliputi 3 wilayah. Pertama, melawan pasukan romawi di Asia kecil. Penaklukan ini sampai dengan pengepungan konstatinopel dan beberapa kepulauan dilaut tengah. Kedua, wilayah Afrika Utara. Penaklukan ini sampaike Samudra Atlantik dan menyeberang ke gunung Thoriq hingga ke spanyol. Ketiga, wilayah timur. Penaklukan ini sampai kesebelah timur Irak. Kemudian meluas ke wilayah Turkistan di Utara, serta ke wilayah sndh dibagian selatan. Ekspansi Bani Umayyah dalam rangka memperluas islam merupakan lanjutan dari ekspansi yang dilakukan oleh para pemimpin Islam sebelumnya. Muawiyah berhasil menaklukan Tunis, Khurasan sampai ke sungani oxus serta Afganistan sampai Kabul, ekspansi ini kemudian dilanjutkan oleh kholifah Abd. Malik yang berhasil menaklukan Balkh, Bukhara, Khowarizm, Samarkand dan bahkan sampai ke India dengan muasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan. Selain itu, Walid ibn Abd. Al- malik adalah kholifah yang berhasil menundukkan Maroko dan Al- jazair, Begitu juga kholifah-kholifah yang lainnya dengan ekspansi mereka masing-masing

Selasa, 09 Oktober 2012

KAUM KHAWARIJ



            Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan sifat-sifat mereka, diantara sifat mereka adalah:

1.      Dangkal Pemahamannya

Telah kita sebutkan di atas, bahwa kaum Khawarij suka membawa dalil dari Alquran dan hadis, namun dipahami dengan pemahaman sendiri, tidak sesuai dengan apa yang dipahami oleh para ulama salafusshalih, walaupun mereka membawakan perkataan ulama, mereka bawakan yang sesuai dengan keinginan mereka saja, atau mengeditnya sedemikian rupa agar terlihat cocok dengan selera mereka sehingga mengelabui orang-orang awam. Tujuan mereka adalah agar pengafiran mereka kepada kaum muslimin menjadi suatu perkara yang dianggap pasti dan meyakinkan, padahal ia hanyalah berdasarkan dugaan dan sangkaan belaka.
Di antara contoh kedangkalan pemahaman mereka adalah sebuah kisah dialog Ibnu Abbas dengan kaum Khawarij, dikeluarkan oleh Al Hakim dalam Mustadraknya (2:164 no.2656) dengan sanad yang shahih sesuai dengan syarat Muslim, Ibnu Abbas berkata,
Ketika kaum Haruriyah (Khawarij) keluar dan berkumpul di suatu tempat, jumlah mereka sekitar enam ribu. Aku mendatangi Ali seraya berkata, “Wahai Amirul Mukminin, akhirkanlah shalat zuhur, barangkali aku dapat berbicara dengan mereka.” Ali berkata, “Aku mengkhawatirkan keselamatanmu.” Aku berkata, “Tidak perlu khawatir.” Aku pun pergi menemui mereka dan aku memakai pakaian Yaman yang paling bagus kemudian aku mengucapkan salam kepada mereka.
Mereka berkata, “Selamat datang wahai Ibnu Abbas, pakaian apa yang engkau pakai?!! Aku menjawab, “Apa yang kalian cerca dariku, padahal aku pernah melihat Rasulullahshalallahu ‘alaihi wa sallam pernah memakai pakaian yang paling bagus, dan telah turun ayat,

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللهِ الَّتِى أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ

Katakan (Muhammad), siapakah yang berani mengharamkan perhiasan dari Allah dan rezeki yang baik yang Allah keluarkan untuk hamba-hambaNya ?” (QS. Al-A’raaf: 32).
Mereka berkata, “Lalu ada apa engkau datang kemari?”
Aku menjawab, “Aku mendatangi kamu dari sisi para shahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan Muhajirin dan Anshar untuk menyampaikan apa yang mereka katakan dan apa yang mereka kabarkan, kepada mereka Alquran diturunkan, dan merekalah yang paling memahaminya, dan tidak ada di antara kalian yang menjadi shahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagian mereka berkata, “Jangan berdialog dengan kaum Quraisy, karena Allah Ta’alaberfirman,

 بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ

Sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.” (QS. Az-Zukhruf: 58)
Ibnu Abbas berkata, “Aku belum pernah melihat suatu kaum yang sangat bersungguh-sungguh beribadah dari mereka, wajah-wajahnya mereka pucat karena begadang malam (untuk shalat), dan tangan serta lutut mereka menjadi hitam (kapalan).”
Sebagian mereka berkata, “Demi Allah, kami akan berbicara dengannya dan mendengarkan apa yang ia katakan.”
Ibnu Abbas berkata, “Kabarkan kepadaku, apa alasan kalian memerangi anak paman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam (Ali bin Abi Thalib), serta kaum Muhajirin dan Anshar?”
Mereka berkata, “Tiga perkara.”
Ibnu Abbas berkata, “Apa itu?”
Mereka berkata, “Ia telah berhukum kepada manusia dalam urusan Allah, padahal Allah berfirman,

إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ

“Sesungguhnya hukum itu hanyalah milik Allah.” (QS. Al An’am: 57).
Ibnu Abbas berkata, “Ini yang pertama.”
Mereka berkata, “Ia telah memerangi namun tidak menawan tidak juga mengambil ghanimah (harta rampasan perang), jika yang ia perangi itu orang-orang kafir, maka mereka halal ditawan dan dirampas hartanya. Dan jika yang ia perangi adalah kaum mukminin, maka tidak halal memerangi mereka.”
Ibnu Abbas berkata, “Ini yang kedua, lalu apa yang ketiga?”
Mereka berkata, “Ia telah menghapus nama amirul mukiminin dari dirinya, jika dia bukan amirul mukminin berarti ia adalah amirul kafirin.”
Ibnu Abbas berkata, “Apa ada alasan lain?”
Mereka berkata, “Cukup itu saja”
Ibnu Abbas berkata, “Bagaimana pendapat kalian, jika aku membacakan kitabullah dan sunah nabi-Nya yang dapat meluruskan pemahaman kalian, apakah kalian ridha?”
Mereka berkata, “Ya”
Ibnu Abbas berkata, “Adapun perkataan kalian bahwa Ali berhukum kepada manusia dalam urusan Allah, bukankah Allah menyuruh mengembalikan kepada hukum manusia dalam seperdelapan seperempat dirham, tentang masalah kelinci dan hewan buruan lainnya?” Allah berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنتُمْ حُرُمٌ وَمَن قَتَلَهُ مِنكُمْ مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآءٌ مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا 

عَدْلٍ مِّنكُمْ

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh hewan buruan dalam keadaan berihram. Barang siapa yang membunuhnya diantara kamu secara sengaja, maka dendanya adalah mengantinya dengan hewan yang seimbang dengannya, menurut putusan hukum dua orang yang adil diantara kamu..” (QS. Al-Maidah: 95).
Maka saya bertanya kepada kalian dengan nama Allah, apakah hukum manusia untuk kelinci dan binatang buruan lainnya lebih utama, ataukah hukum manusia untuk menjaga darah dan perdamaian di antara mereka?”
Dalam ayat lain, Allah menyuruh mengembalikan hukum kepada manusia mengenai pertikaian suami istri, Allah berfirman,

وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِّنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِّنْ أَهْلِهَآإِن يُرِيدَآإِصْلاَحًا يُوَفِّقِ اللهُ بَيْنَهُمَآإِنَّ اللهَ كَانَ 

عَلِيمًا خَبِيرًا

Dan bila kamu mengkhawatirkan perceraian antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam (orang yang akan menghukumi) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga wanita. Jika kedua orang hakam ini bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu.” (QS. An Nisaa: 35)
Allah menjadikan manusia sebagai hukum yang dipercaya. Apakah aku telah selesai menjawab alasan pertama ini?
Mereka berkata, “Ya”
Ibnu Abbas berkata, “Adapun perkataan kalian bahwa Ali memerangi namun tidak menawan dan tidak mengambil ghanimah, apakah kamu mau menawan ibumu Aisyah kemudian halal disetubuhi sebagaimana tawanan lainnya?? Jika kamu melakukan itu, maka kamu telah kafir. Dan jika kamu berkata bahwa Aisyah bukan ibu kita (kaum muslimin), maka kamu pun telah kafir, jadi kamu berada diantara dua kesesatan, mana saja yang kamu pilih, maka kamu tetap sesat.”
Maka sebagian mereka melihat kepada sebagian lainnya. Lalu aku berkata, “Apakah aku telah selesai menjawab alasan ini?
Mereka menjawab, “Ya”
Ibnu Abbas berkata, “Adapun perkataan kalian bahwa Ali menghapus nama amirul muminin darinya, maka aku akan bawakan apa yang kalian ridhai. Bukankah kalian telah mendengar bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pada hari perdamaian Hudaibiyah, menulis surat kepada Suhail bin Amru dan Abu Sufyan bin Harb, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallamberkata kepada Ali bin Abi Thalib, “Tulislah hai Ali, ini adalah isi perdamaian yang dinyatakan oleh Muhammad Rasulullah.”
Namun kaum Musyrikin berkata, “Tidak! Demi Allah kami tidak meyakinimu sebagai rasulullah, jika kami meyakinimu sebagai rasulullah, tentu kami tidak akan memerangimu.” Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ya Allah, Engkau yang mengetahui bahwa aku adalah rasul-Mu. Tulislah hai Ali, Ini adalah isi perdamaian yang dinyatakan oleh Muhammad bin Abdillah.”
Demi Allah, bukankah Rasulullah lebih baik dari Ali ketika menghapus nama rasul darinya?” Ibnu Abbas berkata, “Maka bertaubatlah sekitar dua ribu orang di antara mereka, dan sisanya terbunuh di atas kesesatan.”

2.      Keras dan Kasar
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menyifati kaum Khawarij bahwa mereka adalah kaum yang kasar lagi keras perangainya, beliau bersabda,

سَيَخْرُجُ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ أَشِدَّاءُ أَحِدَّاءُ ذَلِقَةٌ أَلْسِنَتُهُمْ بِالْقُرْآنِ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ أَلَا فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمْ فَأَنِيمُوهُمْ ثُمَّ إِذَا 

رَأَيْتُمُوهُمْ فَأَنِيمُوهُمْ فَالْمَأْجُورُ قَاتِلُهُمْ

Akan keluar dari umatku beberapa kaum yang keras lagi kasar, lisan-lisan mereka fasih membaca Alquran, namun tidak sampai ke tenggorokan mereka.” (HR. Ahmad dan lainnya)

3.      Tidak Menghormati Ulama
Pendahulu mereka tidak menghormati Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan menganggap Rasulullah tidak berbuat adil, Abu Sa’id Al Khudri berkata,

بَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْسِمُ ذَاتَ يَوْمٍ قِسْمًا فَقَالَ ذُو الْخُوَيْصِرَةِ رَجُلٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ 

قَالَ وَيْلَكَ مَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ فَقَالَ عُمَرُ ائْذَنْ لِي فَلْأَضْرِبْ عُنُقَهُ قَالَ لَا إِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ مَعَ 

صَلَاتِهِمْ وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمُرُوقِ السَّهْمِ مِنْ الرَّمِيَّةِ

“Ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam membagi-bagikan harta (dari Yaman), Dzul Khuwaishirah seorang laki-laki dari bani Tamim berkata, “Wahai Rasulullah berbuat adillah! Beliau bersabda, “Celaka kamu, siapa yang dapat berbuat adil jika aku tidak berbuat adil.” Umar berkata, “Izinkan saya menebas lehernya.” Beliau bersabda, “Jangan, sesungguhnya dia akan mempunyai teman-teman yang shalat dan puasa kalian, sepele dibandingan dengan shalat dan puasa mereka, mereka lepas dari Islam seperti lepasnya anak panak dari buruannya.” (HR. Bukhari)

Setelah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam wafat, di zaman Ali bin Abi Thalib kaum Khawarij muncul, dan mereka tidak menghormati para ulama dari kalangan shahabat seperti Ibnu Abbas dan shahabat-shahabat lainnya. Sebagaimana dalam kisah dialog Ibnu Abbas dengan Khawarij yang telah disebutkan di atas. Sifat ini kita lihat tidak jauh berbeda dengan kaum Khawarij di zaman ini yang melecehkan para ulama besar seperti Syaikh Bin Baz, Syaikh Al Bani, Syaikh ‘Utsaimin dan ulama lainnya, dan meledeknya sebagai ulama penjilat atau ulama yang tidak paham realita serta ejekan-ejekan lainnya. Allahul musta’an

4.      Mudah mengkafirkan pelaku dosa besar terutama negara islam yang tidak berhukum dengan  hukum Allah.
Di zaman Ali bin Abi Thalib dahulu, mereka mengkafirkan Ali bin Abi Thalib dan kaum muslimin yang tidak setuju dengan pendapat mereka, dengan alasan bahwa Ali berhukum kepada manusia, sedangkan hukum itu milik Allah sebagaimana dalam kisah Ibnu Abbas yang lalu, mereka berdalil dengan ayat,

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآأَنزَلَ اللهُ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

Dan barang siapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan, mereka adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al Maidah: 44)

5.      Sangat Hebat Dalam Ibadah
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menyifati bahwa mereka adalah kaum yang amat hebat ibadahnya, beliau bersabda,

يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِي يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَيْسَتْ قِرَاءَتُكُمْ إِلَى قِرَاءَتِهِمْ شَيْئًا وَلَا صَلَاتُكُمْ إِلَى صَلَاتِهِمْ شَيْئًا وَلَا 

صِيَامُكُمْ إِلَى صِيَامِهِمْ شَيْئًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسِبُونَ أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِمْ لَا تُجَاوِزُ صَلَاتُهُمْ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ 

الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ

Akan keluar suatu kaum dari umatku, mereka membaca Alquran, bacaan kamu dibandingkan dengan bacaan mereka tidak ada apa-apanya, demikian pula shalat dan puasa kamu dibandingkan dengan shalat dan puasa mereka tidak ada apa-apanya. Mereka mengira bahwa Alquran itu hujjah yang membela mereka, padahal ia adalah hujah yang menghancurkan alasan mereka. Shalat mereka tidak sampai ke tenggorokan, mereka lepas dari islam sebagaimana melesatnya anak panah dari buruannya.” (HR. Abu Dawud)
Oleh karena itu, ini adalah pelajaran untuk kita agar jangan tertipu dengan hebatnya ibadah seseorang bila ternyata akidahnya menyimpang dari petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan mudah memvonis manusia dengan kekafiran.
Batman Begins Background3D Letter R