----------SUGENG RAWUH----------

Sabtu, 22 Februari 2014

Pemikiran Pendidikan Ibnu Khaldun

Pemikiran Pendidikan Ibnu Khaldun
foto emile durkhem
Dalam hal pendidikan Ibnu Khaldun sejalan dengan Durkhem (1858-1917), yang memusatkan perhatiannya pada mengajar dan secara teratur berceramah tentang pendidikan. Ibnu Khaldun merumuskan pemikiran pendidikan ini sesuai dengan pengalaman yang pernah ia lalui pada masa hidupnya. Adapun pemikiran Ibnu Khaldun tentang pendidikan antar lain:

1.      Tujuan Pendidikan

Tim Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, dalam bukunya menyatakan bahwa menurut Ibn Khaldun tujuan pendidikan Islam adalah untuk menanamkan keimanan dalam hati anak didik, menginternalisasikan nilai-nilai moral sehingga mampu memberikan pencerahan jiwa dan perilaku yang baik.[1]
Ibnu Khaldun adalah seorang sejarawan dan sosiologi yang sampai saat ini teori-teori beliau masih relevan digunakan pada masa ini. Selain itu, Ibnu Khaldun juga memberi perhatian terhadap ilmu pengetahuan. Hal ini terbukti dengan adanya beberapa pemikiran Ibnu Khaldun yang berkaitan dengan pendidikan di dalam buku beliau yang termasyhur yaitu Mukaddimah. Dalam hal pendidikan Ibnu Khaldun memberi defenisi secara umum, seperti dalam salah satu perkataannya dalam mukaddimah tentang definisi pendidikan yaitu:
“ Siapa saja yang tidak terdidik orangtuanya, maka akan terdidik oleh zaman, maksudnya siapa saja yang tidak memperoleh tata krama yang dibutuhkan sehubungan pergaulan bersama melalui orangtua mereka yang mencakup guru dan orangtua, dan tidak mempelajari hal itu dari mereka, maka ia akan mempelajarinya dengan bantuan alam, dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang zaman, zaman akan mengajarinya ”[2]
Manusia mempunyai kesamaan dengan semua makhluk hidup lainnya, seperti perasaan, bergerak, makan, bertempat tinggal, dan lain-lain. Namun manusia memiliki perbedaan dengan makhluk hidup lainnya, manusia memiliki akal pikiran yang memberi petunjuk kepadanya, menerima dan menjalankan ajaran agamanya. Disinilah peran pendidikan tersebut. Dengan pendidikan manusia akan mempergunakan akal pikiran yang telah dikaruniakan kepadanya ke arah yang baik atau yang buruk.
 Strategi Pembelajaran Menurut Ibnu Khaldun
 Pengertian Strategi Pembelajaran
Dalam proses pelaksanaan suatu kegiatan baik yang bersifat operasional maupun non operasional harus disertai dengan perencanaan yang memiliki strategi yang baik dan sesuai dengan sasaran.
strategi yakni siasat atau rencana
Mc. Leod (dalam Muhibbin), mengutarakan bahwa secara harfiah dalam bahasa Inggris, kata “ strategi” dapat diartikan sebagai seni (art) melaksanakan strategem yakni siasat atau rencana.[3] Istilah strategi sering digunakan dalam banyak konteks dengan makna yang tidak selalu sama. Dalam konteks pembelajaran, Nana Sudjana (dalam Rohani dan Ahmadi) mengatakan bahwa strategi mengajar adalah “taktik” yang digunakan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar (pembelajaran) agar dapat mempengaruhi siswa (peserta didik) mencapai tujuan pembelajaran (TIK) secara lebih efektif dan efisiens.[4] Reber (dalam Muhibbin) menyebutkan bahwa dalam perspektif psikologi, kata “strategi” berasal dari bahasa yunani yang berarti rencana tindakan yang terdiri atas seperangkat langkah untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan.[5] Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan.[6] Sedangakan menurut Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malang Strategi yang mantap adalah langkah-langkah yang tersusun secara terencana dan sistematis dengan menggunakan metode dan teknik tertentu.[7] Jadi strategi adalah teknik yang harus dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, agar pelajaran itu dapat ditangkap, dipahami dan digunakan oleh siswa dengan baik.
Pembelajaran berasal dari kata “belajar” yang mendapat awalan pe dan akhiran an. Keduanya (pe-an) termasuk konfiks nominal yang bertalian dengan perfiks verbal “me” yang mempunyai arti proses.[8]
Menurut Arifin, belajar adalah suatu kegiatan anak didik dalam menerima, menanggapi serta menganalisa bahan-bahan pelajaran yang disajikan oleh pengajar yang berakhir pada kemampuan untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan itu.[9]
Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman, maka keberhasilan belajar terletak pada adanya perubahan. Dari definisi diatas dapat disimpulkan adanya ciri-ciri belajar, yakni:
ilustrasi belajar
A.      Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar, baik aktual maupun potensial.
B.      Perubahan tersebut pada pokoknya berupa perubahan kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama.
C.      Perubahan tersebut terjadi karena adanya usaha.[10]
Hamalik, pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.[11] Muhaimin dkk, pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa.[12] Sedangkan menurut Suyudi, pembelajaran adalah salah satu proses untuk memperoleh pengetahuan, sedangkan pengetahuan adalah salah satu cara untuk memperoleh kebenaran/nilai, sementara kebenaran adalah pernyataan tanpa keragu-raguan yang dimulai dengan adanya sikap keraguan terlebih dahulu.[13]
buku sumber pengetahuan
Ibnu Khaldun. Berpendapat, bahwa dari balik upayanya untuk mencapai ilmu itu, manusia bertujuan dapat mengerti tentang berbagai aspek pengetahuan, yang dipandang sebagai alat yang membantunya untuk bisa hidup dengan baik dalam masyarakat maju dan berbudaya. Yang sejalan dengan pandangan Ibnu Khaldun adalah Herbert Spencer. Spencer berpendapat, bahwa pendidikan harus membantu individu agar dapat “hidup baik”[14].
Ibnu Khaldun mengatakan “ilmu dan mengajar satu kemestian dalam membangun manusia,” selanjutnya ia mengatakan,”Sesungguhnya manusia itu sama dengan binatang ditinjau dari segi sifat-sifat kehewanan seperti perasaan, gerakan dan makanan … dan sebagainya, akan tetapi perbedaan diantara manusia dengan binatang ialah dengan pikiran … dan dari pikiran ini terjadilah ilmu pengetahuan dan ciptaan-ciptaan.”[15]
akal dan perkembangannya
Ibnu Khaldun mengatakan, sesungguhnya ilmu dan berpikir itu terjadi dengan adanya kekuatan yang tertentu dalam diri manusia. Dengan adanya ilmu dan berpikir itu dapat memperkembangkan akal seseorang. Karena jiwa manusia pada taraf pertama baru dapat menjelma dari satu kekuatan menjadi kenyataan apabila bertambah ilmu-ilmu dan tanggapan terhadap hal-hal yang nyata. Kemudian dengan kekuatan berpikir ia meningkat menjadi kekuatan penanggap sesungguhnya, dan akal yang murni. Maka dengan demikian terbentuklah satu zat rohani, dan pada waktu itulah baru sempurna wujudnya. Maka oleh karena itu seharusnyalah setiap jenis ilmu berpikir dapat memperkembangkan akal yang cerdas (‘aqlan faridan). Selanjutnya Ibnu Khaldun  berpendapat bahwa orang yang mempelajari ilmu menulis dan berhitung secara khusus akan lebih banyak memperkembangkan akalnya dari mata pelajaran-mata pelajaran yang lain, karena kedua ilmu tersebut mempunyai lapangan berpikir dan pembuktian luas, dan inilah pengertian akal.[16]
pengajaran
Hasan Langgulung seperti yang dikutip oleh Ramayulis[1]. Beliau menyatakan bahwa pengajaran itu berarti pemindahan pengetahuan dari seseorang yang mempunyai pengetahuan kepada orang lain yang belum mengetahui. H.M Arifin merumuskan pengertian mengajar sebagai suatu kegiatan menyampaikan bahan pelajaran kepada anak didik agar dapat menerima, menanggapi, menguasai dan mengembangkan pelajaran itu. Maksudnya adalah mampu memperoleh pengetahuan yang baru dan kemudian mengembangkannya. Roestiyah NK menyatakan mengajar adalah membimbing anak didik dalam proses belajar[2].
Maka dari itu pembelajaran sebagai proses, aktualisasinya mengimplisitkan adanya strategi. Strategi berkaitan dengan perwujudan proses pembelajaran itu sendiri, dari awal pembelajaran hingga berakhirnya pembelajaran dalam pertemuan itu. Strategi pembelajaran berwujud sejumlah tindakan pembelajaran/ pola khusus yang dilakukan guru yang dinilai strategis untuk mengaktualisasikan proses pembelajaran yang berangkat dari titik tolak/ sudut pandang guru terhadap proses pembelajaran. Menurut Atwi Suparman (2004:208) seperti yang dikutip oleh Bambang Warsita[3],


[1] Ramayulis. Metodologi Pengajaran Agama Islam.. Jakarta: Kalam Mulia. 1990, Hal 72
[2] Ibid. Hal 78
[3] Bambang Warsita. Teknologi Pembelajaran;Landasan dan Aplikasinya. (Jakarta: Rineka Cipta,2008).Hal. 272- 274


[1] Tim Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Pendidikan Islam Dari Paradigma Klasik Hingga Kontemporer,(Malang:UIN-Malang Press,2009),hlm.247
[2] Arif Munandar,Buku Pintar Islam, ( Bandung: Mizan, 2010), hlm 443.
[3] Muhibbin Syah,  Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru.( Bandung, PT. Remaja Rosda Karya,  2003), Hal 214.
[4] Ahmad Rohani dan H. Abu Ahmadi, Pengelolaan Pembelajaran, (Jakarta.Rineka Cipta) Ha.l33
[5] Muhibbin, op.cit. hal 214.  
[6] Syaiful bahri Djamarah dan Aswan Zain, Stategi Belajar Mengajar, (Jakarta, Rineka Cipta, 1996), Hal 5.
[7]Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malang. Dasar-Dasar kependidikan Islam (Suatu Pengantar Ilmu Pendidikan Islam), (Surabaya, Karya Abditama, 1996). Hal. 127
[8] DEPDIKBUD RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta Balai Pustaka, 2000), Hal 664.
[9] M. Arifin. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Sekolah Dengan di Rumah Tangga, Jakarta, Bulan Bintang, 1976), Hal 172.
[10] Muhaimin dkk. Strategi Belajar Mengajar, (Surabaya, Citra Media Karya Anak Bangsa, !996), Hal. 44.
[11] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajara, (Jakarta, Bumi Aksara, 2003), Hal. 57.
[12] Muhaimin dkk. op.cit hal 99.
[13] Dalam pembahasan ini Katsoff menggunakan istilah metode perolehan pengetahuan, sedangkan Jujun S. Sumantri menggunakan istilah sumber-sumber pengetahuan. (dalam Suyudi. Pendidikan Dalam Perspektif Al-qur’an ( Yogyakarta, Mikroj, 2005), Hal. 122.
[14]            Ali Al-Jumbulati dan Abdul futuh At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendikan Islam, (Jakarta: PT .Rineka Cipta, 1994),hlm36
[15] Asma Hasan Fahmi, Sejarah Dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm  107
[16] Ibid, hal 108
[17] Ramayulis. Metodologi Pengajaran Agama Islam.. Jakarta: Kalam Mulia. 1990, Hal 72
[18] Ibid. Hal 78
[19] Bambang Warsita. Teknologi Pembelajaran;Landasan dan Aplikasinya. (Jakarta: Rineka Cipta,2008).Hal. 272- 274

Riwayat Hidup Ibn Khaldun

ilustrasi “Ibnu Khaldun”
Nama lengkap Imam Ibn Khaldun  adalah Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Abi Bakar Muhammad bin al-Hasan yang kemudian masyhur dengan sebutan “Ibnu Khaldun”. Ibnu Khaldun dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Al-Quran sejak usia dini. Sebagai ahli politik Islam, ia pun dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, karena pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis jauh telah dikemukakannya sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823) mengemukakan teori-teori ekonominya. Bahkan ketika memasuki usia remaja, tulisan-tulisannya sudah menyebar ke mana-mana. Selain itu, Ibnu Khaldun juga membahas tentang pendidikan Islam.
peta tunisia
Ibn Khaldun dilahirkan Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H./27 Mei 1332, M. Wafi menguraikan silsilah leluhur Ibnu Khaldun berasal dari seorang sahabat Nabi, bernama Wail bin Hujr. Beliau dikenal sebagai sahabat Nabi, yang meriwayatkan lebih dari 70 Hadist. Ayah bernama Abu Abdullah Muhammad. Abu Abdulah Muhamad adalah seorang pribadi yang suka bergelut dalam dunia perpolitikan, sehingga tidak heran jika ayah mempunyai jabatan penting di pemeritahan. Setelah lama malang melintang dalam dunia perpolitikan ayah Ibnu Khaldun mengundurkan diri dan mengabdikan diri kepada dunia ilmu pengetahuan dan kesufian, ahli bahasa dan satra Arab[1] Keluaraga Ibnu Khaldum mula-mula tinggal di Isbilah. pada masa pemerintahan bani Abbad. Ketika pemerintahan Muwahhidun di Andalusia menjadi lemah dan orang-orang Spanyol berusaha meruntuhkannya, maka keluarga Ibnu Khaldun berpindah ke Sabtah dan akhirnya menetap di Tunis. Pada masa itu iklim kebebasan berpikir ditindas dan difitnah, desus-desus serta kegoncangan-kegoncangan kehidupan masyarakat memuncak. Pada masa inilah Ibnu Khaldun dilahirkan.
Peta negara Maroko
Memasuki tahun ke-20 dari usianya, Ibnu Khaldun mulai tertarik dengan kehidupan politik, sehingga pada tahun 755 H./1354 M, karena kecakapannya Ibnu Khaldun diangkat menjadi sekretaris Sultan di Maroko, namun jabatan ini tidak lama di pangkunya, karena pada tahun 1357 Ibnu Khaldun terlibat dalam persekongkolan untuk menggulingkan Amir bersama Amir Abu Abdullah Muhammad, sehingga ia ditangkap dan dipenjarakan.[2] Tetapi tidak lama kemudian dia dibebaskan, yang kemudian pada tahun itu juga setelah Sultan meninggal dunia dan kekuasaan direbut oleh Al-Mansur bin Sulaiman dari menterinya Al-Hasan, maka Ibnu Khaldun menggabungkan diri dengan Al-Mansur dan dia diangkat menjadi sekretarisnya. Namun tidak lama kemudian Ibnu Khaldun meninggalkan Al-Mansur dan bekerjasama dengan Abu Salim. Pada waktu itu Abu Salim menduduki singgasana dan Ibnu Khaldun diangkat menjadi sekretarisnya dan dua tahun kemudian diangkat menjadi Mahkamah Agung. Di sinilah Ibnu Khaldun menunjukkan prestasinya yang luar biasa, tetapi itupun tidak berlangsung lama, karena pada tahun 762 H./1361 M., timbul pemberontakan di kalangan keluarga istana, maka pada waktu itu Ibnu Khaldun meninggalkan jabatan yang disandangnya.[3]
ilustrasi kitab Muqoddimah
Kemudian tidak tahan lama Ibnu Khaldun bergelut dengan dunia politik dia ingin kembali ke dalam dunia ilmu pengetahuan yang pernah lama digelutinya. Akhirnya dia memutar haluan bertolak ke daerah Banu Arif bersama keluarganya, dan di tempat inilah Ibnu Khaldun dan keluarganya baru merasa hidup tenang dan tentram jauh dari kemunafikan politik. Dalam ketenangannya itu Ibnu Khaldun merenung ingin menumpahkan semua pengalaman dan liku-liku kehidupannya. Maka dari sinilah ia mengalihkan perjalanan hidupnya dari petualang politik kembali kepada dunia ilmu pengetahuan, dan mulailah ia menyusun karya besarnya yang kemudian dikenal dengan “Muqoddimah Ibnu Khaldun”.
kitab Muqoddimah transtelitasi bahasa
Selama empat tahun tinggal di daerah Banu Arif Ibnu Khaldun juga menyusun sejarah besarnya Al-‘Ibar, akan tetapi karena kekurangan referensi maka ia pergi ke Tunisia, dan disanalah ia menyelesaikan karyanya. Rupanya ketenangan Ibnu Khaldun terganggu lagi ketika Sultan mengajaknya untuk mendampingi menumpas pengacau, namun karena Ibnu Khaldun sudah jenuh dengan kehidupan politik, maka kemudian ia pindah ke Mesir. Di Mesir Ibnu Khaldun disambut dengan hangat. Ilmuwan serta sarjanawan ini sudah tidak asing lagi di sana karena karya-karyanya sudah tersebar di sana. Sebagai orang baru Ibnu Khaldun langsung diberi dua jabatan penting yaitu sebagai hakim tinggi dan sebagai guru besar di perguruan Al-Azhar.


[1] Ali Audah, Ibnu Khaldun, Sebuah Pengantar, ( Jakarta: Pustaka Firdaus, TT)
[2] Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam, ( Jakarta: Ichtiyar Baru, 1997), hlm. 158
[3] Ibid, hlm. 200
Batman Begins Background3D Letter R