Filsafat
tersebut adalah "materialisme", yang mengandung
sejumlah pemikiran penuh kepalsuan tentang mengapa dan bagaimana manusia muncul
di muka bumi. Materialisme mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu pun selain
materi dan materi adalah esensi dari segala sesuatu, baik yang hidup maupun tak
hidup. Berawal dari pemikiran ini, materialisme mengingkari keberadaan
Sang Maha Pencipta, yaitu Allah. Dengan mereduksi segala sesuatu ke tingkat
materi, teori ini mengubah manusia menjadi makhluk yang hanya berorientasi
kepada materi dan berpaling dari nilai-nilai moral. Ini adalah awal dari
bencana besar yang akan menimpa hidup manusia.
Kerusakan
ajaran materialisme tidak hanya terbatas pada tingkat individu. Ajaran ini juga
mengarah untuk meruntuhkan nilai-nilai dasar suatu negara dan masyarakat dan
menciptakan sebuah masyarakat tanpa jiwa dan rasa sensitif, yang hanya
memperhatikan aspek materi. Anggota masyarakat yang demikian tidak akan pernah
memiliki idealisme seperti patriotisme, cinta bangsa, keadilan, loyalitas,
kejujuran, pengorbanan, kehormatan atau moral yang baik, sehingga tatanan
sosial yang dibangunnya pasti akan hancur dalam waktu singkat. Karena itulah,
materialisme menjadi salah satu ancaman paling berat terhadap nilai-nilai yang
mendasari tatanan politik dan sosial suatu bangsa.
Satu
lagi kejahatan materialisme adalah dukungannya terhadap ideologi-ideologi
anarkis dan bersifat memecah belah, yang mengancam kelangsungan kehidupan
negara dan bangsa. Komunisme, ajaran terdepan di antara
ideologi-ideologi ini, merupakan konsekuensi politis alami dari filsafat
materialisme. Karena komunisme berusaha menghancurkan tatanan sakral seperti
keluarga dan negara, ia menjadi ideologi fundamental bagi segala bentuk gerakan
separatis yang menolak struktur kesatuan suatu negara.
Teori
evolusi menjadi semacam landasan ilmiah bagi materialisme, dasar pijakan
ideologi komunisme. Dengan merujuk teori evolusi, komunisme berusaha
membenarkan diri dan menampilkan ideologinya sebagai sesuatu yang logis dan
benar. Karena itulah Karl Marx, pencetus komunisme, menuliskan The Origin
of Species, buku Darwin yang mendasari teori evolusi dengan "Inilah
buku yang berisi landasan sejarah alam bagi pandangan kami"
Namun
faktanya, temuan-temuan baru ilmu pengetahuan modern telah membuat teori
evolusi, dogma abad ke-19 yang menjadi dasar pijakan segala bentuk ajaran kaum
materialis, menjadi tidak berlaku lagi, sehingga ajaran ini - utamanya
pandangan Karl Marx - benar-benar telah ambruk. Ilmu pengetahuan telah menolak
dan akan tetap menolak hipotesis materialis yang tidak mengakui eksistensi apa
pun kecuali materi. Dan ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa segala yang ada
merupakan hasil ciptaan sesuatu yang lebih tinggi.
Kebanyakan
orang menerima apa pun yang mereka peroleh dari ilmuwan sebagai kebenaran
sejati. Tidak terlintas dalam pikiran mereka bahwa ilmuwan pun mungkin memiliki
berbagai prasangka filosofis atau ideologis. Pada kenyataannya, ilmuwan
evolusionis telah memaksakan prasangka dan pandangan filosofis mereka kepada
masyarakat luas dengan kedok ilmu pengetahuan. Misalnya, meskipun bahwa
kejadian acak hanya akan menghasilkan ketidakteraturan dan kekacauan, mereka
tetap menyatakan bahwa keteraturan, perencanaan dan desain yang sangat
mengagumkan pada jagat raya dan makhluk hidup terjadi secara kebetulan.
Sebagai
contoh, ahli biologi semacam ini akan dengan mudahnya menemukan keselarasan
yang menakjubkan pada molekul protein, bahan penyusun kehidupan, dan molekul
ini sama sekali tidak mungkin muncul secara kebetulan. Meski demikian ia
malah menyatakan bahwa protein ini muncul pada kondisi bumi yang primitif
secara kebetulan miliaran tahun yang lalu. Tidak cukup sampai di sini, ia juga
menyatakan tanpa keraguan bahwa tidak hanya satu, tetapi jutaan protein
terbentuk secara kebetulan, dan selanjutnya secara luar biasa bergabung
membentuk sel hidup pertama. Lebih jauh lagi, ia berkeras mempertahankan
pandangannya secara fanatik. Orang ini adalah ilmuwan "evolusionis".
Jika
ilmuwan yang sama melewati sebuah jalan datar, dan menemukan tiga buah batu
bata bertumpuk rapi, tentunya ia tidak akan pernah menganggap bahwa ketiga batu
bata tersebut terbentuk secara kebetulan dan selanjutnya menyusun diri menjadi
tumpukan, juga secara kebetulan. Sudah pasti, siapa pun yang membuat pernyataan
seperti itu akan dianggap tidak waras.
Lalu,
bagaimana mungkin mereka yang mampu menilai peristiwa-peristiwa biasa secara
rasional, dapat bersikap begitu tidak masuk akal ketika memikirkan keberadaan
diri mereka sendiri ?
Sikap
seperti ini tidak mungkin diambil atas nama ilmu pengetahuan. Dalam ilmu
pengetahuan, jika terdapat dua alternatif dengan kemungkinan yang sama mengenai
suatu masalah, kita diharuskan mempertimbangkan keduanya. Dan” jika kemungkinan salah satu alternatif
tersebut jauh lebih kecil “, misalnya hanya 1 %, maka tindakan yang rasional
dan ilmiah adalah mengambil alternatif lainnya, yang memiliki kemungkinan 99 %,
sebagai pilihan yang benar
Mari
kita teruskan dengan berpegang pada pedoman ilmiah ini. Terdapat dua pandangan
yang dapat dikemukakan tentang bagaimana makhluk hidup muncul di muka bumi. “Pandangan
pertama” menyatakan bahwa semua makhluk hidup diciptakan oleh Allah dalam
tatanan yang rumit seperti sekarang ini. Sedangkan “pandangan kedua”
menyatakan bahwa kehidupan terbentuk oleh kebetulan-kebetulan acak dan di luar
kesengajaan. “Pandangan terakhir” ini adalah pernyataan teori evolusi.
Jika
kita mengacu kepada data-data ilmiah, misalnya di bidang biologi molekuler,
jangankan satu sel hidup, salah satu dari jutaan protein di dalam sel tersebut
sangat tidak mungkin muncul secara kebetulan. Sebagaimana juga akan
diilustrasikan dalam bab-bab berikutnya, perhitungan probabilitas telah
berkali-kali menegaskan hal ini. Jadi pandangan evolusionis tentang kemunculan
makhluk hidup memiliki probabilitas nol untuk diterima sebagai kebenaran.
Artinya,
pandangan pertama memiliki kemungkinan "100 %" sebagai suatu
kebenaran. Jadi, kehidupan telah dimunculkan dengan sengaja, atau dengan kata
lain, kehidupan itu "diciptakan". Semua makhluk hidup telah muncul
atas kehendak Sang Pencipta yang memiliki kekuatan, kebijaksanaan dan ilmu yang
tak tertandingi. Kenyataan ini bukan sekadar masalah keyakinan; ini adalah
kesimpulan yang sudah semestinya dicapai melalui kearifan, logika dan ilmu
pengetahuan.
Dengan
begitu, sudah seharusnya ilmuwan "evolusionis" tadi menarik
pernyataan mereka dan menerima fakta yang jelas dan telah terbukti. Dengan
bersikap sebaliknya, ia telah mengorbankan ilmu pengetahuan demi filsafat, ideologi
dan dogma yang diikutinya, dan tidak menjadi seorang ilmuwan sejati.
Kemarahan,
sikap keras kepala dan prasangka "ilmuwan" ini semakin bertambah
setiap kali ia berhadapan dengan kenyataan. Sikapnya dapat dijelaskan dengan
satu kata: "keyakinan". Tetapi keyakinan tersebut adalah keyakinan
takhayul yang buta, karena hanya itulah penjelasan bagi ketidakpeduliannya
terhadap fakta-fakta atau kesetiaan seumur hidup kepada skenario tak masuk akal
yang ia susun dalam khayalannya sendiri
Menurut
teori evolusi, setiap spesies hidup berasal dari satu nenek moyang. Spesies
yang ada sebelumnya lambat laun berubah menjadi spesies lain, dan semua spesies
muncul dengan cara ini. Menurut teori tersebut, perubahan ini berlangsung
sedikit demi sedikit dalam jangka waktu jutaan tahun.
Dengan
demikian, maka seharusnya pernah terdapat sangat banyak spesies peralihan
selama periode perubahan yang panjang ini.
Sebagai
contoh, seharusnya terdapat beberapa jenis makhluk setengah ikan - setengah
reptil di masa lampau, dengan beberapa ciri reptil sebagai tambahan pada ciri
ikan yang telah mereka miliki. Atau seharusnya terdapat beberapa jenis
burung-reptil dengan beberapa ciri burung di samping ciri reptil yang telah
mereka miliki. Evolusionis menyebut makhluk-makhluk imajiner yang mereka yakini
hidup di masa lalu ini sebagai "bentuk transisi".
Jika
binatang-binatang seperti ini memang pernah ada, maka seharusnya mereka muncul
dalam jumlah dan variasi sampai jutaan atau milyaran. Lebih penting lagi,
sisa-sisa makhluk-makhluk aneh ini seharusnya ada pada catatan fosil. Jumlah
bentuk-bentuk peralihan ini pun semestinya jauh lebih besar daripada spesies
binatang masa kini dan sisa-sisa mereka seharusnya ditemukan di seluruh penjuru
dunia. Dalam The Origin of Species, Darwin menjelaskan:
"Jika
teori saya benar, pasti pernah terdapat jenis-jenis bentuk peralihan yang tak
terhitung jumlahnya, yang mengaitkan semua spesies dari kelompok yang sama….
Sudah tentu bukti keberadaan mereka di masa lampau hanya dapat ditemukan pada
peninggalan-peninggalan fosil."
Bahkan
Darwin sendiri sadar akan ketiadaan bentuk-bentuk peralihan tersebut. Ia
berharap bentuk-bentuk peralihan itu akan ditemukan di masa mendatang. Namun di
balik harapan besarnya ini, ia sadar bahwa rintangan utama teorinya adalah
ketiadaan bentuk-bentuk peralihan. Karena itulah dalam buku The Origin of
Species, pada bab "Difficulties of the Theory" ia menulis:
“... Jika suatu spesies
memang berasal dari spesies lain melalui perubahan sedikit demi sedikit, mengapa
kita tidak melihat sejumlah besar bentuk transisi di mana pun? Mengapa alam
tidak berada dalam keadaan kacau-balau, tetapi justru seperti kita lihat,
spesies-spesies hidup dengan bentuk sebaik-baiknya ?.... Menurut teori ini harus ada
bentuk-bentuk peralihan dalam jumlah besar, tetapi mengapa kita tidak menemukan
mereka terkubur di kerak bumi dalam jumlah tidak terhitung ?.... Dan pada daerah peralihan, yang
memiliki kondisi hidup peralihan, mengapa sekarang tidak kita temukan
jenis-jenis peralihan dengan kekerabatan yang erat ? Telah lama kesulitan ini sangat
membingungkan saya.
Satu-satunya
penjelasan Darwin atas hal ini adalah bahwa catatan fosil yang telah ditemukan
hingga kini belum memadai. Ia menegaskan jika catatan fosil dipelajari secara
terperinci, mata rantai yang hilang akan ditemukan.
Karena
mempercayai ramalan Darwin, kaum evolusionis telah berburu fosil dan melakukan
penggalian mencari mata rantai yang hilang di seluruh penjuru dunia sejak
pertengahan abad ke-19. Walaupun mereka telah bekerja keras, tak satu pun
bentuk transisi ditemukan. Bertentangan dengan kepercayaan evolusionis,
semua fosil yang ditemukan justru membuktikan bahwa kehidupan muncul di bumi
secara tiba-tiba dan dalam bentuk yang telah lengkap. Usaha mereka untuk membuktikan
teori evolusi justru tanpa sengaja telah meruntuhkan teori itu sendiri
“
Seorang ahli paleontologi Inggris ternama ”, Derek V. Ager, mengakui fakta ini
meskipun dirinya seorang evolusionis:
Jika
kita mengamati catatan fosil secara terperinci, baik pada tingkat ordo maupun
spesies, maka yang selalu kita temukan bukanlah evolusi bertahap, namun
ledakan tiba-tiba satu kelompok makhluk hidup yang disertai kepunahan kelompok
lain.
Ahli paleontologi
evolusionis lainnya, Mark Czarnecki, berkomentar sebagai berikut:
Kendala
utama dalam membuktikan teori evolusi selama ini adalah catatan fosil, jejak
spesies-spesies yang terawetkan dalam lapisan bumi. Catatan fosil belum pernah
mengungkapkan jejak-jejak jenis peralihan hipotetis Darwin - sebaliknya,
spesies muncul dan musnah secara tiba-tiba. Anomali ini menguatkan
argumentasi kreasionis*) bahwa setiap spesies diciptakan oleh Tuhan.
Mereka
juga harus mengakui ke-sia-siaan menunggu kemunculan bentuk-bentuk transisi
yang "hilang" di masa mendatang, seperti yang dijelaskan seorang
profesor paleontologi dari Universitas Glasgow, T. Neville George:
Tidak
ada gunanya lagi menjadikan keterbatasan catatan fosil sebagai alasan. Entah
bagaimana, catatan fosil menjadi berlimpah dan hampir tidak dapat dikelola, dan
penemuan bermunculan lebih cepat dari pengintegrasian... Bagaimanapun, akan
selalu ada kekosongan pada catatan fosil