Pemikiran
Pendidikan Ibnu Khaldun
foto emile durkhem |
Dalam hal pendidikan Ibnu Khaldun
sejalan dengan Durkhem (1858-1917), yang memusatkan perhatiannya pada mengajar
dan secara teratur berceramah tentang pendidikan. Ibnu Khaldun merumuskan
pemikiran pendidikan ini sesuai dengan pengalaman yang pernah ia lalui pada
masa hidupnya. Adapun pemikiran Ibnu Khaldun tentang pendidikan antar lain:
1.
Tujuan Pendidikan
Tim Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang, dalam bukunya menyatakan bahwa menurut Ibn Khaldun tujuan pendidikan
Islam adalah untuk menanamkan keimanan dalam hati anak didik,
menginternalisasikan nilai-nilai moral sehingga mampu memberikan pencerahan
jiwa dan perilaku yang baik.[1]
Ibnu
Khaldun adalah seorang sejarawan dan sosiologi yang sampai saat ini teori-teori
beliau masih relevan digunakan pada masa ini. Selain itu, Ibnu Khaldun juga
memberi perhatian terhadap ilmu pengetahuan. Hal ini terbukti dengan adanya
beberapa pemikiran Ibnu Khaldun yang berkaitan dengan pendidikan di dalam buku
beliau yang termasyhur yaitu Mukaddimah. Dalam hal pendidikan Ibnu Khaldun
memberi defenisi secara umum, seperti dalam salah satu perkataannya dalam
mukaddimah tentang definisi pendidikan yaitu:
“ Siapa saja
yang tidak terdidik orangtuanya, maka akan terdidik oleh zaman, maksudnya siapa
saja yang tidak memperoleh tata krama yang dibutuhkan sehubungan pergaulan
bersama melalui orangtua mereka yang mencakup guru dan orangtua, dan tidak
mempelajari hal itu dari mereka, maka ia akan mempelajarinya dengan bantuan
alam, dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang zaman, zaman akan
mengajarinya ”[2]
Manusia
mempunyai kesamaan dengan semua makhluk hidup lainnya, seperti perasaan,
bergerak, makan, bertempat tinggal, dan lain-lain. Namun manusia memiliki
perbedaan dengan makhluk hidup lainnya, manusia memiliki akal pikiran yang
memberi petunjuk kepadanya, menerima dan menjalankan ajaran agamanya. Disinilah
peran pendidikan tersebut. Dengan pendidikan manusia akan mempergunakan akal
pikiran yang telah dikaruniakan kepadanya ke arah yang baik atau yang buruk.
Strategi
Pembelajaran Menurut Ibnu Khaldun
Pengertian Strategi Pembelajaran
Dalam
proses pelaksanaan suatu kegiatan baik yang bersifat operasional maupun non
operasional harus disertai dengan perencanaan yang memiliki strategi yang baik
dan sesuai dengan sasaran.
strategi yakni siasat atau rencana |
Mc.
Leod (dalam Muhibbin), mengutarakan bahwa secara harfiah dalam bahasa Inggris,
kata “ strategi” dapat diartikan sebagai seni (art) melaksanakan strategem yakni
siasat atau rencana.[3] Istilah strategi
sering digunakan dalam banyak konteks dengan makna yang tidak selalu sama.
Dalam konteks pembelajaran, Nana Sudjana (dalam Rohani dan Ahmadi) mengatakan
bahwa strategi mengajar adalah “taktik” yang digunakan guru dalam melaksanakan
proses belajar mengajar (pembelajaran) agar dapat mempengaruhi siswa (peserta
didik) mencapai tujuan pembelajaran (TIK) secara lebih efektif dan efisiens.[4] Reber (dalam
Muhibbin) menyebutkan bahwa dalam perspektif psikologi, kata “strategi” berasal
dari bahasa yunani yang berarti rencana tindakan yang terdiri atas seperangkat
langkah untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan.[5] Secara umum
strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak
dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan.[6] Sedangakan menurut
Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malang Strategi yang mantap adalah langkah-langkah
yang tersusun secara terencana dan sistematis dengan menggunakan metode dan
teknik tertentu.[7] Jadi strategi
adalah teknik yang harus dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan
pelajaran kepada siswa di dalam kelas, agar pelajaran itu dapat ditangkap,
dipahami dan digunakan oleh siswa dengan baik.
Pembelajaran berasal dari kata “belajar” yang mendapat awalan pe dan
akhiran an. Keduanya (pe-an) termasuk konfiks nominal yang bertalian dengan
perfiks verbal “me” yang mempunyai arti proses.[8]
Menurut Arifin, belajar adalah suatu kegiatan anak didik dalam menerima,
menanggapi serta menganalisa bahan-bahan pelajaran yang disajikan oleh pengajar
yang berakhir pada kemampuan untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan
itu.[9]
Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman, maka keberhasilan belajar terletak pada adanya perubahan. Dari
definisi diatas dapat disimpulkan adanya ciri-ciri belajar, yakni:
ilustrasi belajar |
A. Belajar
adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar,
baik aktual maupun potensial.
B. Perubahan
tersebut pada pokoknya berupa perubahan kemampuan baru yang berlaku dalam waktu
yang relatif lama.
C. Perubahan
tersebut terjadi karena adanya usaha.[10]
Hamalik, pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun yang meliputi
unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang
saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.[11] Muhaimin dkk,
pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa.[12] Sedangkan menurut
Suyudi, pembelajaran adalah salah satu proses untuk memperoleh pengetahuan,
sedangkan pengetahuan adalah salah satu cara untuk memperoleh kebenaran/nilai,
sementara kebenaran adalah pernyataan tanpa keragu-raguan yang dimulai dengan
adanya sikap keraguan terlebih dahulu.[13]
buku sumber pengetahuan |
Ibnu Khaldun. Berpendapat, bahwa dari balik upayanya untuk mencapai
ilmu itu, manusia bertujuan dapat mengerti tentang berbagai aspek pengetahuan,
yang dipandang sebagai alat yang membantunya untuk bisa hidup dengan baik dalam
masyarakat maju dan berbudaya. Yang sejalan dengan pandangan Ibnu Khaldun
adalah Herbert Spencer. Spencer berpendapat, bahwa pendidikan harus membantu
individu agar dapat “hidup baik”[14].
Ibnu Khaldun mengatakan “ilmu dan mengajar satu kemestian dalam membangun
manusia,” selanjutnya ia mengatakan,”Sesungguhnya manusia itu sama dengan
binatang ditinjau dari segi sifat-sifat kehewanan seperti perasaan, gerakan dan
makanan … dan sebagainya, akan tetapi perbedaan diantara manusia dengan
binatang ialah dengan pikiran … dan dari pikiran ini terjadilah ilmu
pengetahuan dan ciptaan-ciptaan.”[15]
akal dan perkembangannya |
Ibnu Khaldun mengatakan, sesungguhnya ilmu dan berpikir itu terjadi
dengan adanya kekuatan yang tertentu dalam diri manusia. Dengan adanya ilmu dan
berpikir itu dapat memperkembangkan akal seseorang. Karena jiwa manusia pada
taraf pertama baru dapat menjelma dari satu kekuatan menjadi kenyataan apabila
bertambah ilmu-ilmu dan tanggapan terhadap hal-hal yang nyata. Kemudian dengan
kekuatan berpikir ia meningkat menjadi kekuatan penanggap sesungguhnya, dan
akal yang murni. Maka dengan demikian terbentuklah satu zat rohani, dan pada
waktu itulah baru sempurna wujudnya. Maka oleh karena itu seharusnyalah setiap
jenis ilmu berpikir dapat memperkembangkan akal yang cerdas (‘aqlan faridan).
Selanjutnya Ibnu Khaldun berpendapat
bahwa orang yang mempelajari ilmu menulis dan berhitung secara khusus akan
lebih banyak memperkembangkan akalnya dari mata pelajaran-mata pelajaran yang
lain, karena kedua ilmu tersebut mempunyai lapangan berpikir dan pembuktian
luas, dan inilah pengertian akal.[16]
pengajaran |
Hasan Langgulung seperti yang
dikutip oleh Ramayulis[1].
Beliau menyatakan bahwa pengajaran itu berarti pemindahan pengetahuan dari seseorang
yang mempunyai pengetahuan kepada orang lain yang belum mengetahui. H.M Arifin
merumuskan pengertian mengajar sebagai suatu kegiatan menyampaikan bahan
pelajaran kepada anak didik agar dapat menerima, menanggapi, menguasai dan
mengembangkan pelajaran itu. Maksudnya adalah mampu memperoleh pengetahuan yang
baru dan kemudian mengembangkannya. Roestiyah NK menyatakan mengajar adalah
membimbing anak didik dalam proses belajar[2].
Maka dari itu pembelajaran sebagai
proses, aktualisasinya mengimplisitkan adanya strategi. Strategi berkaitan
dengan perwujudan proses pembelajaran itu sendiri, dari awal pembelajaran
hingga berakhirnya pembelajaran dalam pertemuan itu. Strategi pembelajaran
berwujud sejumlah tindakan pembelajaran/ pola khusus yang dilakukan guru yang
dinilai strategis untuk mengaktualisasikan proses pembelajaran yang berangkat
dari titik tolak/ sudut pandang guru terhadap proses pembelajaran. Menurut Atwi
Suparman (2004:208) seperti yang dikutip oleh Bambang Warsita[3],
[1]
Ramayulis. Metodologi Pengajaran Agama Islam.. Jakarta: Kalam Mulia. 1990, Hal
72
[2]
Ibid. Hal 78
[3] Bambang Warsita. Teknologi
Pembelajaran;Landasan dan Aplikasinya. (Jakarta: Rineka Cipta,2008).Hal. 272- 274
[1] Tim Dosen Fakultas
Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Pendidikan Islam Dari Paradigma
Klasik Hingga Kontemporer,(Malang:UIN-Malang Press,2009),hlm.247
[2]
Arif Munandar,Buku Pintar Islam, ( Bandung: Mizan, 2010), hlm 443.
[3] Muhibbin Syah, Psikologi
Pendidikan Dengan Pendekatan Baru.( Bandung, PT. Remaja Rosda
Karya, 2003), Hal 214.
[4] Ahmad Rohani dan H. Abu
Ahmadi, Pengelolaan Pembelajaran, (Jakarta.Rineka
Cipta) Ha.l33
[5] Muhibbin, op.cit. hal 214.
[6]
Syaiful bahri Djamarah dan Aswan Zain, Stategi
Belajar Mengajar, (Jakarta, Rineka Cipta, 1996), Hal 5.
[7]Tim
Dosen IAIN Sunan Ampel Malang.
Dasar-Dasar kependidikan Islam (Suatu
Pengantar Ilmu Pendidikan Islam),
(Surabaya, Karya Abditama, 1996). Hal. 127
[8]
DEPDIKBUD RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta Balai Pustaka, 2000), Hal 664.
[9] M. Arifin. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di
Sekolah Dengan di Rumah Tangga, Jakarta,
Bulan Bintang, 1976), Hal 172.
[10] Muhaimin dkk. Strategi Belajar Mengajar, (Surabaya, Citra Media
Karya Anak Bangsa, !996), Hal. 44.
[11]
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajara,
(Jakarta,
Bumi Aksara, 2003), Hal. 57.
[12]
Muhaimin dkk. op.cit hal 99.
[13] Dalam pembahasan ini Katsoff
menggunakan istilah metode perolehan pengetahuan, sedangkan Jujun S. Sumantri menggunakan istilah sumber-sumber
pengetahuan. (dalam Suyudi. Pendidikan
Dalam Perspektif Al-qur’an ( Yogyakarta,
Mikroj, 2005), Hal. 122.
[14] Ali Al-Jumbulati dan Abdul futuh At-Tuwaanisi,
Perbandingan Pendikan Islam, (Jakarta: PT .Rineka Cipta, 1994),hlm36
[15]
Asma Hasan Fahmi, Sejarah Dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1979), hlm 107
[16]
Ibid, hal 108
[17]
Ramayulis. Metodologi Pengajaran Agama Islam.. Jakarta: Kalam Mulia. 1990, Hal
72
[18]
Ibid. Hal 78
[19] Bambang Warsita. Teknologi
Pembelajaran;Landasan dan Aplikasinya. (Jakarta: Rineka Cipta,2008).Hal. 272- 274