----------SUGENG RAWUH----------

Sabtu, 22 Desember 2012

Tasawuf jawa


HA :     Hana hurip wening suci. Maksudnya adanya hidup adalah kehendak dari yang Maha Suci.
NA :   Nur candra, gaib candra, warsitaning candara. Maksudnya pengharapan manusia hanya selalu ke sinar Illahi.
CA :     Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi. Maksudnya arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal
RA :     Rasaingsun handulusia. Maksudnya rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani
KA :     Karsaningsun memayuhayuning bawana. Maksudnya hasrat diarahkan untuk kesajetraan alam
DA :     Dumadining dzat kang tanpa winangenan. Maksudnya, menerima hidup apa adanya
TA :    Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa. Maksudnya mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam          memandang hidup
SA :      Sifat ingsun handulu sifatullah. Maksudnya membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan
WA :     Wujud hana tan kena kinira. Ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa tanpa batas
LA :      Lir handaya paseban jati. Mengalirkan hidup semata pada tuntunan Illahi
PA :      Papan kang tanpa kiblat. Hakekat Allah yang ada disegala arah
DHA :   Dhuwur wekasane pendek wiwitane. Untuk bisa diatas tentu dimulai dari dasar
JA :       Jumbuhing kawula lan Gusti. Selalu berusaha menyatu, memahami sifat dan kehendak- Nya
YA :      Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi. Percaya dan Yakin atas titah / kodrat Illahi
NYA :   Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki. Memahami kodrat kehidupan
MA :     Madep mantep manembah marang Ilahi. Yakin/mantap dalam menyembah Ilahi
GA :      Guru sejati sing muruki. Belajar pada guru nurani
BA :      Bayu sejati kang andalani. Menyelaraskan diri pada gerak alam
THA :    Thukul saka niat. Sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niat yang suci
NGA :   Ngracut busananing manungso. Melepaskan egoisme pribadi manusia

Sabtu, 17 November 2012

PENGERTIAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM.


Mengenai pengertian Pendidikan Agama Islam banyak para pakar pendidikan yang memberikan defenisi secara berbeda diantaranya adalah sebagai berikut.

Prof.Dr.Zakiah Drajat menjelaskan sebagai berikut :

  1.  Pendidikan agama islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of life)
  2.  Pendidikan agama islam adalah pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan ajaran islam
  3. Pendidikan agama islam adalah pendidikan melalui ajaran-ajaran agama islam, yaituberupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan hidup didunia maupun diakhirat kelak.Ahmad D.Marimba dalam bukunya juga memberikan pengertian pendidikan agama islam, yaitu”suatu bimbingan baik jasmani maupun rohani yang berdasarkan hukum-hukum agama islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran dalam islam.”
Sedangkan pengertian pendidikan agama islam secara formal dalam kurikulum berbasis kompetensi dikatakan bahwa:


Pendidikan agama islam adalah upaya dasar terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan agama islam dari sumber utamanya kitab suci Al-quran dan hadist, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengamalan. Dibarengi tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam masyarakat hingga terwujudnya ke-satuan dan persatuan bangsa .
Hal ini sesuai dengan rumusan UUSPN Nomor 20 tahun 2003 tentang system Pendidikan Agama Islam bahwa pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha Esa serta berakhlak mulia.
Dari sekian banyak pengertian Pendidikan Agama Islam di atas pada dasarnya saling melengkapi dan memiliki tujuan yang tidak berbeda, yakni agar siswa dalam aktivitas kehidupannya tidak lepas dari pengamalan agama, berakhlak mulia dan berkepribadian utama, berwatak sesuai agama islam. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pendidikan agama islam yang diselenggarakan pada semua jalur jenjang dan Janis pendidikan menekankan bukan hanya pada pengetahuan terhadap islam, tetapi juga terutama pada pelaksanaan dan pengamalan agama peserta didik dalam seluruh kehidupannya
.
Tujuan Pendidikan Agama Islam

Adapun tujuan pendidikan agama, yaitu untuk berkembangnya kemampuan perserta didik dalam mengembangkan, memahami dan mengamalkan nilai-nilai agama islam, penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Pendidikan agama islam di SMP/ SLTP bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, serta pengamalan peserta didik tentang agama islam menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam keduniaan, ketaqwaan kepada Allah SWT. Serta berakhlak mulia dalam 
kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi . Pendidikan agama islam di SMA bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, serta pengalaman peserta didik tentang islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya kepada Allah SWT. Serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

             Fungsi Pendidikan Agama Islam 

       Pancasila pertama, Ketuhanan Yang Mahaesa, menghendaki kemajuan tidak hanya kemajuan dalam intelektual belaka, tetapi juga dalam bidang moral spiritual yang lebih lanjut diperkuat dalam penjelasan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 37 ayat (1) bagian a bahwa : “Pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha esa serta berakhlak mulia.” Manusia yang beriman dan bertakwa adalah bagian dari pelaksanaan amanat Pancasila sila pertama dan pembukaan UUD 1945 yang berbunyi : “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha esa…” serta UUD `45 dalam bab XI Pasal 29 ayat (1) dan (2) yang berbunyi : (1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha esa; (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama kepercayaan itu. 
Manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Mahaesa, sebagai karsa sila pertama Pancasila, tidak dapat terwujud secara tiba-tiba. Manusia beriman dan bertakwa terbentuk melalui proses kehidupan dan terutama melalui proses pendidikan, khususnya kehidupan beragama dan pendidikan agama. Proses pendidikan itu terjadi dan berlangsung seumur hidup manusia, baik dilingkungan keluarga, sekolah dan dimasyarakat.
          Bangsa Indonesia telah berketetapan bahwa melalui proses pendidikan itulah setiap warga negara Indonesia dibina dan ditingkatkan keimanan dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Mahaesa. Dengan demikian, pendidikan agama Islam disekolah umum merupakan media untuk proses pendidikan agama dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya, yakni manusia yang utuh jasmani dan rohani yang sesuai dengan tujuan umum pendidikan nasional.
Oleh karena itu, bisa kita pahami bahwa pendidikan agama Islam disamping fungsinya sebagai fungsi pendidikan, juga berfungsi sebagai fungsi agama. Artinya, untuk mengetahui ajaran agama Islam tidak lain melalui tahapan proses pendidikan yang pada akhirnya konsep manusia iman, takwa, dan akhlak mulia akan tercapai.




Jumat, 12 Oktober 2012

ASAL USUL BANI UMAYYAH


ilustrasi tulisan usman bin affan
           Kerajaan Bani Umayyah didirikan oleh Mu’awiyah Bin Abu Sufyan bin harb pada tahun 41 H/661 M di Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun 60 H/ 681 M ada yang mengatakan sampai pada tahun132 H/750 M. Muawiyah bin Abu Sufyan adalah seorang politisi handal dimana pengalaman politiknya sebagai gubernur Syam pada masa khalifah Utsman bin Affan cukup mengantar dirinya mampu mengambil alih kekuasaan dari genggaman keluarga Ali bin Abi Thalib. Tepatnya setelah Husein putra Ali binThalib dapat dikalahkan oleh Umayyah.
Memasuki  masa kekuasaan  Muawiyyah, Hampir semua sejarawan  membagi dinasti umayah (umawiyah) menjaadi dua, yaitu pertama, Dinasti Umayah  yang di rintis dan didirikan oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan yang berpusat di Damaskus (siria). fase ini berlangsung sekitar satu abad dan mengubah system pemerintah dari system khalifah dan system mamlakat (kerajaan atau monarki) dan kedua, Dinasti Umayah di Andalusia (Siberia) yang pada awalnya merupakan wilayah taklukan Umayah dibawah pimpinan seorang gubernur pada zaman Walid ibn Abdul Malik, kemudian diubah menjadi kerajaan yang terpisah dari kekuasaan Dinasti Bani Abbas,  setelah berhasil menaklukan Dinasti Umayah di Damaskus.
ilustrasi sebuah kerajaan
Perintisan Dinasti Umayah dilakukaan oleh Muawiyah dengan cara menolak membai’at Ali,berperang melawan Ali, dan melakukan perdamaian (tahkim) dengan pihak Ali yang secara politik sangat menguntungkan Muawiyah.  Keberuntungan muawiyah berikutnya adalah keberhasilan pihak Khawarij membunuh khalifah Ali r.a. jabatan khalifah setelah Ali r.a. wafat, dipegang oleh putranya, Hasan Ibn Ali selama beberapa bulan. Akan tetapi, karena tidak didukung oleh pasukan yang kuat, sedangkan pihak Muawiyah semakin kuat, akhirnya  Muawiyah melakukan perjanjian dengan Hasan Ibn Ali." Isi perjanjian " itu adalah bahwa penggantian pemimpin akan diserahkan kepada umat Islam setelah masa Muawiyah berakhir. Perjanjian ini dibuat pada tahun 661M (41H). dan tahun tersebut disebut am jama’ah karena perjanjian ini mempersatukan umat Islam kembali menjadi satu kepemimpinan politik, yaitu Muawiyyah mengubah system khilafah menjadi monarchiheridetis atau kerap dikenal dengan pemerintahan monarki (kerajaan turun temurun). Pada masa itu, Umat Islam telah bersentuhan dengan peradaban Persia dan Bizantium. Oleh karena itu, Muawiyah juga bermaksud meniru cara suksesi kepemimpinan secara turun menurun (Monarchi). Akan tetapi, gelar pemimpin pusat tidak disebut raja (malik). Muawiyah tetap menggunakan gelar kholifah dengan makna konotatif yang diperbaharui. Jika pada zaman Khulafaur Rasyidin, khalifah tersebut itu yang dimaksudkan adalah khalifah Rasul SAW, pemimpin masyarakat, sedangkan pada zaman bani Umayyah yang dimaksudkan dengan kholifah disini adalah Kholifah Allah yaitu pemimpin atau penguasa yang diangkat oleh Allah. Langkah awal dalam pengangkatan putranya Yazid bin Muawiyah,  ia menggangkatnya sebagai putra mahkota.
Pemerintahan Bani Umayah dinisbatkan kepada Umayah bin Abd Syam bin Abdi Manaf. Dia adalah seorang tokoh penting di tengah Quraisy pada masa jahiliyyah. Dia dan pamannya Hasyim bin Abdi Manaf selalu bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan kedudukan. Namun setelah Islam datang, pertarungan menduduki kekuasaan ini menjelma menjadi sebuah permusuhan yang transparan dan terbuka. Bani Umayah melakukan perlawanan terhadap rasulullah dan dakwahnya, sedangkan Bani Hasyim mendukung Rasulullah dan mengikutinya. Bani Umayah tidak masuk Islam, kecuali ketika tidak ada jalan lain yang mengharuskan mereka masuk Islam. Ini terjadi  setelah penaklukan kota Mekkah.  
ilustrasi perang penaklukan daerah
Secara umum, penaklukan bani Umayyah, meliputi 3 wilayah. Pertama, melawan pasukan romawi di Asia kecil. Penaklukan ini sampai dengan pengepungan konstatinopel dan beberapa kepulauan dilaut tengah. Kedua, wilayah Afrika Utara. Penaklukan ini sampaike Samudra Atlantik dan menyeberang ke gunung Thoriq hingga ke spanyol. Ketiga, wilayah timur. Penaklukan ini sampai kesebelah timur Irak. Kemudian meluas ke wilayah Turkistan di Utara, serta ke wilayah sndh dibagian selatan. Ekspansi Bani Umayyah dalam rangka memperluas islam merupakan lanjutan dari ekspansi yang dilakukan oleh para pemimpin Islam sebelumnya. Muawiyah berhasil menaklukan Tunis, Khurasan sampai ke sungani oxus serta Afganistan sampai Kabul, ekspansi ini kemudian dilanjutkan oleh kholifah Abd. Malik yang berhasil menaklukan Balkh, Bukhara, Khowarizm, Samarkand dan bahkan sampai ke India dengan muasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan. Selain itu, Walid ibn Abd. Al- malik adalah kholifah yang berhasil menundukkan Maroko dan Al- jazair, Begitu juga kholifah-kholifah yang lainnya dengan ekspansi mereka masing-masing

Selasa, 09 Oktober 2012

KAUM KHAWARIJ



            Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan sifat-sifat mereka, diantara sifat mereka adalah:

1.      Dangkal Pemahamannya

Telah kita sebutkan di atas, bahwa kaum Khawarij suka membawa dalil dari Alquran dan hadis, namun dipahami dengan pemahaman sendiri, tidak sesuai dengan apa yang dipahami oleh para ulama salafusshalih, walaupun mereka membawakan perkataan ulama, mereka bawakan yang sesuai dengan keinginan mereka saja, atau mengeditnya sedemikian rupa agar terlihat cocok dengan selera mereka sehingga mengelabui orang-orang awam. Tujuan mereka adalah agar pengafiran mereka kepada kaum muslimin menjadi suatu perkara yang dianggap pasti dan meyakinkan, padahal ia hanyalah berdasarkan dugaan dan sangkaan belaka.
Di antara contoh kedangkalan pemahaman mereka adalah sebuah kisah dialog Ibnu Abbas dengan kaum Khawarij, dikeluarkan oleh Al Hakim dalam Mustadraknya (2:164 no.2656) dengan sanad yang shahih sesuai dengan syarat Muslim, Ibnu Abbas berkata,
Ketika kaum Haruriyah (Khawarij) keluar dan berkumpul di suatu tempat, jumlah mereka sekitar enam ribu. Aku mendatangi Ali seraya berkata, “Wahai Amirul Mukminin, akhirkanlah shalat zuhur, barangkali aku dapat berbicara dengan mereka.” Ali berkata, “Aku mengkhawatirkan keselamatanmu.” Aku berkata, “Tidak perlu khawatir.” Aku pun pergi menemui mereka dan aku memakai pakaian Yaman yang paling bagus kemudian aku mengucapkan salam kepada mereka.
Mereka berkata, “Selamat datang wahai Ibnu Abbas, pakaian apa yang engkau pakai?!! Aku menjawab, “Apa yang kalian cerca dariku, padahal aku pernah melihat Rasulullahshalallahu ‘alaihi wa sallam pernah memakai pakaian yang paling bagus, dan telah turun ayat,

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللهِ الَّتِى أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ

Katakan (Muhammad), siapakah yang berani mengharamkan perhiasan dari Allah dan rezeki yang baik yang Allah keluarkan untuk hamba-hambaNya ?” (QS. Al-A’raaf: 32).
Mereka berkata, “Lalu ada apa engkau datang kemari?”
Aku menjawab, “Aku mendatangi kamu dari sisi para shahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan Muhajirin dan Anshar untuk menyampaikan apa yang mereka katakan dan apa yang mereka kabarkan, kepada mereka Alquran diturunkan, dan merekalah yang paling memahaminya, dan tidak ada di antara kalian yang menjadi shahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagian mereka berkata, “Jangan berdialog dengan kaum Quraisy, karena Allah Ta’alaberfirman,

 بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ

Sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.” (QS. Az-Zukhruf: 58)
Ibnu Abbas berkata, “Aku belum pernah melihat suatu kaum yang sangat bersungguh-sungguh beribadah dari mereka, wajah-wajahnya mereka pucat karena begadang malam (untuk shalat), dan tangan serta lutut mereka menjadi hitam (kapalan).”
Sebagian mereka berkata, “Demi Allah, kami akan berbicara dengannya dan mendengarkan apa yang ia katakan.”
Ibnu Abbas berkata, “Kabarkan kepadaku, apa alasan kalian memerangi anak paman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam (Ali bin Abi Thalib), serta kaum Muhajirin dan Anshar?”
Mereka berkata, “Tiga perkara.”
Ibnu Abbas berkata, “Apa itu?”
Mereka berkata, “Ia telah berhukum kepada manusia dalam urusan Allah, padahal Allah berfirman,

إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ

“Sesungguhnya hukum itu hanyalah milik Allah.” (QS. Al An’am: 57).
Ibnu Abbas berkata, “Ini yang pertama.”
Mereka berkata, “Ia telah memerangi namun tidak menawan tidak juga mengambil ghanimah (harta rampasan perang), jika yang ia perangi itu orang-orang kafir, maka mereka halal ditawan dan dirampas hartanya. Dan jika yang ia perangi adalah kaum mukminin, maka tidak halal memerangi mereka.”
Ibnu Abbas berkata, “Ini yang kedua, lalu apa yang ketiga?”
Mereka berkata, “Ia telah menghapus nama amirul mukiminin dari dirinya, jika dia bukan amirul mukminin berarti ia adalah amirul kafirin.”
Ibnu Abbas berkata, “Apa ada alasan lain?”
Mereka berkata, “Cukup itu saja”
Ibnu Abbas berkata, “Bagaimana pendapat kalian, jika aku membacakan kitabullah dan sunah nabi-Nya yang dapat meluruskan pemahaman kalian, apakah kalian ridha?”
Mereka berkata, “Ya”
Ibnu Abbas berkata, “Adapun perkataan kalian bahwa Ali berhukum kepada manusia dalam urusan Allah, bukankah Allah menyuruh mengembalikan kepada hukum manusia dalam seperdelapan seperempat dirham, tentang masalah kelinci dan hewan buruan lainnya?” Allah berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنتُمْ حُرُمٌ وَمَن قَتَلَهُ مِنكُمْ مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآءٌ مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا 

عَدْلٍ مِّنكُمْ

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh hewan buruan dalam keadaan berihram. Barang siapa yang membunuhnya diantara kamu secara sengaja, maka dendanya adalah mengantinya dengan hewan yang seimbang dengannya, menurut putusan hukum dua orang yang adil diantara kamu..” (QS. Al-Maidah: 95).
Maka saya bertanya kepada kalian dengan nama Allah, apakah hukum manusia untuk kelinci dan binatang buruan lainnya lebih utama, ataukah hukum manusia untuk menjaga darah dan perdamaian di antara mereka?”
Dalam ayat lain, Allah menyuruh mengembalikan hukum kepada manusia mengenai pertikaian suami istri, Allah berfirman,

وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِّنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِّنْ أَهْلِهَآإِن يُرِيدَآإِصْلاَحًا يُوَفِّقِ اللهُ بَيْنَهُمَآإِنَّ اللهَ كَانَ 

عَلِيمًا خَبِيرًا

Dan bila kamu mengkhawatirkan perceraian antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam (orang yang akan menghukumi) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga wanita. Jika kedua orang hakam ini bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu.” (QS. An Nisaa: 35)
Allah menjadikan manusia sebagai hukum yang dipercaya. Apakah aku telah selesai menjawab alasan pertama ini?
Mereka berkata, “Ya”
Ibnu Abbas berkata, “Adapun perkataan kalian bahwa Ali memerangi namun tidak menawan dan tidak mengambil ghanimah, apakah kamu mau menawan ibumu Aisyah kemudian halal disetubuhi sebagaimana tawanan lainnya?? Jika kamu melakukan itu, maka kamu telah kafir. Dan jika kamu berkata bahwa Aisyah bukan ibu kita (kaum muslimin), maka kamu pun telah kafir, jadi kamu berada diantara dua kesesatan, mana saja yang kamu pilih, maka kamu tetap sesat.”
Maka sebagian mereka melihat kepada sebagian lainnya. Lalu aku berkata, “Apakah aku telah selesai menjawab alasan ini?
Mereka menjawab, “Ya”
Ibnu Abbas berkata, “Adapun perkataan kalian bahwa Ali menghapus nama amirul muminin darinya, maka aku akan bawakan apa yang kalian ridhai. Bukankah kalian telah mendengar bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pada hari perdamaian Hudaibiyah, menulis surat kepada Suhail bin Amru dan Abu Sufyan bin Harb, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallamberkata kepada Ali bin Abi Thalib, “Tulislah hai Ali, ini adalah isi perdamaian yang dinyatakan oleh Muhammad Rasulullah.”
Namun kaum Musyrikin berkata, “Tidak! Demi Allah kami tidak meyakinimu sebagai rasulullah, jika kami meyakinimu sebagai rasulullah, tentu kami tidak akan memerangimu.” Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ya Allah, Engkau yang mengetahui bahwa aku adalah rasul-Mu. Tulislah hai Ali, Ini adalah isi perdamaian yang dinyatakan oleh Muhammad bin Abdillah.”
Demi Allah, bukankah Rasulullah lebih baik dari Ali ketika menghapus nama rasul darinya?” Ibnu Abbas berkata, “Maka bertaubatlah sekitar dua ribu orang di antara mereka, dan sisanya terbunuh di atas kesesatan.”

2.      Keras dan Kasar
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menyifati kaum Khawarij bahwa mereka adalah kaum yang kasar lagi keras perangainya, beliau bersabda,

سَيَخْرُجُ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ أَشِدَّاءُ أَحِدَّاءُ ذَلِقَةٌ أَلْسِنَتُهُمْ بِالْقُرْآنِ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ أَلَا فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمْ فَأَنِيمُوهُمْ ثُمَّ إِذَا 

رَأَيْتُمُوهُمْ فَأَنِيمُوهُمْ فَالْمَأْجُورُ قَاتِلُهُمْ

Akan keluar dari umatku beberapa kaum yang keras lagi kasar, lisan-lisan mereka fasih membaca Alquran, namun tidak sampai ke tenggorokan mereka.” (HR. Ahmad dan lainnya)

3.      Tidak Menghormati Ulama
Pendahulu mereka tidak menghormati Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan menganggap Rasulullah tidak berbuat adil, Abu Sa’id Al Khudri berkata,

بَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْسِمُ ذَاتَ يَوْمٍ قِسْمًا فَقَالَ ذُو الْخُوَيْصِرَةِ رَجُلٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ 

قَالَ وَيْلَكَ مَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ فَقَالَ عُمَرُ ائْذَنْ لِي فَلْأَضْرِبْ عُنُقَهُ قَالَ لَا إِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ مَعَ 

صَلَاتِهِمْ وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمُرُوقِ السَّهْمِ مِنْ الرَّمِيَّةِ

“Ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam membagi-bagikan harta (dari Yaman), Dzul Khuwaishirah seorang laki-laki dari bani Tamim berkata, “Wahai Rasulullah berbuat adillah! Beliau bersabda, “Celaka kamu, siapa yang dapat berbuat adil jika aku tidak berbuat adil.” Umar berkata, “Izinkan saya menebas lehernya.” Beliau bersabda, “Jangan, sesungguhnya dia akan mempunyai teman-teman yang shalat dan puasa kalian, sepele dibandingan dengan shalat dan puasa mereka, mereka lepas dari Islam seperti lepasnya anak panak dari buruannya.” (HR. Bukhari)

Setelah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam wafat, di zaman Ali bin Abi Thalib kaum Khawarij muncul, dan mereka tidak menghormati para ulama dari kalangan shahabat seperti Ibnu Abbas dan shahabat-shahabat lainnya. Sebagaimana dalam kisah dialog Ibnu Abbas dengan Khawarij yang telah disebutkan di atas. Sifat ini kita lihat tidak jauh berbeda dengan kaum Khawarij di zaman ini yang melecehkan para ulama besar seperti Syaikh Bin Baz, Syaikh Al Bani, Syaikh ‘Utsaimin dan ulama lainnya, dan meledeknya sebagai ulama penjilat atau ulama yang tidak paham realita serta ejekan-ejekan lainnya. Allahul musta’an

4.      Mudah mengkafirkan pelaku dosa besar terutama negara islam yang tidak berhukum dengan  hukum Allah.
Di zaman Ali bin Abi Thalib dahulu, mereka mengkafirkan Ali bin Abi Thalib dan kaum muslimin yang tidak setuju dengan pendapat mereka, dengan alasan bahwa Ali berhukum kepada manusia, sedangkan hukum itu milik Allah sebagaimana dalam kisah Ibnu Abbas yang lalu, mereka berdalil dengan ayat,

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآأَنزَلَ اللهُ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

Dan barang siapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan, mereka adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al Maidah: 44)

5.      Sangat Hebat Dalam Ibadah
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menyifati bahwa mereka adalah kaum yang amat hebat ibadahnya, beliau bersabda,

يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِي يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَيْسَتْ قِرَاءَتُكُمْ إِلَى قِرَاءَتِهِمْ شَيْئًا وَلَا صَلَاتُكُمْ إِلَى صَلَاتِهِمْ شَيْئًا وَلَا 

صِيَامُكُمْ إِلَى صِيَامِهِمْ شَيْئًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسِبُونَ أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِمْ لَا تُجَاوِزُ صَلَاتُهُمْ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ 

الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ

Akan keluar suatu kaum dari umatku, mereka membaca Alquran, bacaan kamu dibandingkan dengan bacaan mereka tidak ada apa-apanya, demikian pula shalat dan puasa kamu dibandingkan dengan shalat dan puasa mereka tidak ada apa-apanya. Mereka mengira bahwa Alquran itu hujjah yang membela mereka, padahal ia adalah hujah yang menghancurkan alasan mereka. Shalat mereka tidak sampai ke tenggorokan, mereka lepas dari islam sebagaimana melesatnya anak panah dari buruannya.” (HR. Abu Dawud)
Oleh karena itu, ini adalah pelajaran untuk kita agar jangan tertipu dengan hebatnya ibadah seseorang bila ternyata akidahnya menyimpang dari petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan mudah memvonis manusia dengan kekafiran.

Sabtu, 22 September 2012

KEUTAMAAN WUDHU


ilustrasi wudhu
Nabi Muhammad SAW pernah berwudhu sekali dan berkata”ini adalah wudhu yang Allah tidak akan menerima salat kecuali dengannya “dan Nabi Muhammad bersabda,”barang siapa yang zikir kepada Allah ketika wudhu ,maka Allah akan mensucikan seluruh tubuhnya dan barang siapa yang tidak zikir kepada Allah ,maka Allah tdak mensucikannya kecuali apa yang terkena air “.

            Nabi Muhammad bersabda “barang siapa yang berwudhu dalam keadaan masih suci (belum batal), maka Allah akan menulis wudhu itu 10 kebaikan.”dan Nabi pernah bersabda,”Apabila  seorang muslim wudhu dan berkumur, maka keluarlah kesalahan-kesalahan dari mulutnya.kalau ia menyemburkan air dari hidung maka keluarlah-kesalahan kesalahan dari hidungnya.kalau ia membasuh wajahnya maka keluarlah kesalahan-kesalahan dari wajahnya,sehingga keluar lewat tepi-tepi kedua matanya.kalau ia membasuh kedua tangannya maka keluarlah kesalahan-kesalahan dari  kedua tangannya itu,sehingga keluar lewat kuku-kukunya. Kalau ia mengusap kepalanya maka keluarlah kesalahan-kesalahan itu dari kepalanya, sehingga keluar lewat bawah telinganya .dan kalau ia membasuh kedua kakinya maka keluarlah kesalahan-kesalahan lewat kedua kakinya,sehingga keluar lewat bawah kuku kedua kakinya itu. Kemudian perjalanannya ke masjid dan salatnya merupakan ibadat sunat baginya”
ilustrasi setan

Umar ra berkata,”sesungguhnya wudhu yang baik akan menghalangi setan .”Mujtahid berkata, “Barang siapa yang mampu tidak bermalam kecuali dalam keadaan suci,zikir dan memohon ampunan maka hendaklah ia kerjakan.Karena sesungguhnya roh-roh ini akan dbangkitkan dalam keadaan sebagaimana saat ia dicabut.”diriwayatkan sesungguhnya umar bin Al-khotob ra. Mengirim seorang lak-laki dari sahabat rasullulah saw.ke mesir untuk keperluan kiswah ka’bah singgahlah laki-laki itu pada suatu daerah syam di sisi sebuah kuil ada seorang pendeta di antara pendeta-pendeta di sana, dan tidak seorang pendetapun lebih alim dibanding ia.
           
Umar tertarik ilmunya dan mendengar ilmunya.umar menghadap kepada pendeta itu dan mengetuk pintu rumahnya,tetapi tidak dibukakan dalam waktu yang lama.setelah itu umar bertemu denganya dan bertanyalah ia dan mendengar keteranganya. Benarlah ilmu pendeta itu mengagumkannya.lalu umar mengemukakan tentang tertahanya di muka pintu .Berkatalah pendeta itu,”sesungguhnya kami telah melihatmu ketika kamu bergegas kepada kami ,dengan keagunganmu lalu kami takut kepadamu.Sesungguhnya kami menahanmu di muka pintu itu karena Allah swt telah berfirman kepada Musa as,”hai musa, apabila engkau takut kepada sultan (penguasa),maka berwudhulah dan peringatkan kepada keluargamu untuk berwudhu,karena sesungguhnya barang siapa yang berwudhu maka ia dalam keamanan-Ku dari apa yang ia takutkan. Maka kami mengunci pintu karenamu sehingga kami dan senua orang yang ada didalam rumah ini dapat berwudhu, lalu kami salat dan kami telah merasa aman dari mu karena semua itu.Kemudian kami membukakan pintu

Minggu, 09 September 2012

TEMBANG DHANDHANGGULA

Dhangdhanggula diambil dari nama kata raja Kediri, Prabu Dhandhanggendis yang terkenal sesudah prabu Jayabaya. Dalam Serat Purwaukara, Dhandhanggula diberi arti ngajeng-ajeng kasaean, bermakna menanti-nanti kebaikan.

Sanepane, wong urip puniki
aneng donya iku umpamanya
mung mampir ngombe
umpama manuk mabur
lepas saking kurunganeki
pundi mencoke mbenjang, aja nganti kleru
umpama wong jan sinanjan
ora wurung mesthi bali mulih
mring asal kamulanya

 artinya :
     Orang hidup senyatanya/ di dunia itu diumpamakan/ hanya seperti orang yang singgah minum/ semisal burung terbang/ lepas dari sangkarnya/ ke mana hinggapnya kelak/ jangan sampai keliru/ seumpama orang saling kunjung-mengunjungi/ akhirnya pasti kembali pulang/ ketempat asal mulanya. 

     Hanya dengan mengetahui kepada kodratnya itu, manusia akan sampai kepada pemahaman jatining tunggal (kesejatian satu-satunya) yakni sangkan paraning dumadi (arah tujuan kehidupan yang hakiki). Artinya, orang yang bisa menjaga kesucian penglihatannya, kesucian pikirannya dan kesucian hatinya atau hidup dengan bersih dari dosa jasmaniah dan rohaniahnya (lahir batinnya), berarti memiliki kepribadian yang baik, memiliki jati diri yang kukuh, kokoh, keket (pekat), bisa menjaga martabat jatining tunggal (kesejatian satu-satunya). Martabat bukan dalam arti duniawiah, tetapi martabat dirinya dihadapan Allah SWT. Dilahirkan kedunia dalam keadaan suci dan kembali kepada-Nya pun dalam keadaan suci pula. Itulah makna sangkan paraning dumadi atau paham akan arah tujuan kehidupan yang hakiki secara rohaniah (spiritual).

TEMBANG M I J I L

Mijil berarti keluar. Selain itu, Mijil ada hubungannya dengan Wijil yang bersinonim dengan lawang atau pintu. Kata Lawang juga berarti nama sejenis tumbuh-tumbuhan yang bunganya berbau wangi. Bunga tumbuh-tumbuhan itu dalam bahasa latin disebut heritiera littoralis 


Dedalane, guna lawan sekti
Kudu andhap asor
Wani ngalah luhur wekasane
Tumungkula yen dipun dukani
Bapang den simpangi
Ana catur mungkur




            Bunyi syair pada baris diatas  merupakan sebuah kalimat pengantar yang jika dimaknai artinya adalah
Untuk memperoleh hidup yang berguna dan mulia, jalan yang harus ditempuh adalah :

Harus mau merendahkan diri, tidak bersikap sombong.
Jika terlibat suatu masalah dengan orang lain, hendaklah berani mengalah demi untuk menjaga kerukunan yang akhirnya semua orang juga akan tahu kebenarannya.
Jika dinasehati atau diberi petuah oleh orang tua akibat dari perilaku kita yang salah, hendaknya didengarkan dengan seksama karena semua itu sangat berguna agar kita ke depan dapat berbuat yang lebih baik.
Tidak tergiur jika diajak untuk berbuat yang melanggar aturan atau norma
Tidak meladeni orang untuk membicarakan kejelekan orang lain, yang pada dasarnya diliputi kebencian terhadap seseorang.
Batman Begins Background3D Letter R