----------SUGENG RAWUH----------

Kamis, 02 Oktober 2014

(JUAL BELI) kutipan salah satu hadits pada "Ibanatul ahkam"

jual beli
Syarat yang mengikut pada ulama  fiqh  adalah sesuatu  yang  jika  tidak  berwujud,  maka  suatu hukum tidak diwujudkan pula. Dengan arti kata lain, jika syarat tidak berwujud maka jual beli pun menjadi tidak sah. Syarat  ini  meliputi  pelaku  transaksi  atau  pelaku ‘akad  (pembeli  dan  penjual) di mana mereka mestinya orang yang sudah berakal dan dewasa.  Oleh karena itu, transaksi yang dilakukan oleh orang bodoh dan orang gila tidak sah di sisi hukum syari’at.

Syarat juga meliputi lafadz yang dengannya akad menjadi sempurna. Syarat juga turut  meliputi  jenis  harta  yang  diperjualbelikan,  di  mana  harta  itu  mestilah  dimiliki  dan  oleh  karenanya,  dilarang  menjual hewan atau burung yang masih terbang di udara, atau ikan yang masih berada di  dalam laut, karena burung atau ikan itu tidak berada di dalam kekuasaan si penjual.

Apa yang dimaksudkan dengan apa-apa yang dilarang dalam berjualbeli  adalah larangan-larangan yang mencakup syarat jual beli.


عَنْ رِفَاعَتَ بْنِ رَافِعِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمُ سُئِلَ : أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ ؟ قَالَ : عَمَلُ

الرَّجُلِ بِيَدِهِ, وكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُوْرٍ". رَوَاهُ الْبَزَّرُ وَصَحِّحَهُ الْحَكِيْمُ.


Daripada  Rifa’ah  bin  Rafi’  (r.a)  bahwa  Nabi  S.A.W  pernah  ditanya: “Apakah pekerjaan yang lebih baik ? ” Rasulullah S.A.W menjawab: “Usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang berlandaskan kebaikan.” (Diriwayatkan oleh al-Bazzar dan dinilai sahih al-Hakim: 801)

Makna Hadith
Setiap manusia pada dasarnya dituntut bekerja untuk memperoleh rezeki dan mereka mempunyai  pandangan yang berbeda-beda dalam mencari rezeki.  Oleh  karena  cara  yang  berbeda  ini  pulalah  manusia memperolehi rezeki yang berbeda-beda antara satu sama lain untuk memenuhi keperluan keseharian mereka. Oleh karena seorang muslim dituntut untuk melakukan sesuatu yang terbaik dan menjauhi usaha haram, maka mereka pun mendatangi Rasulullah (s.a.w) untuk meminta petunjuk tentang usaha dan pekerjaan yang terbaik terlebih untuk kemasalahatan dunia maupun akhirat. Rasulullah S.A.W membimbing mereka dengan mengatakan bahwa dua inti usaha atau pekerjaan, yaitu berdagang dan bekerja.

Analisis Lafaz
الْكَسْبِ ”, sesuatu yang dikerjakan oleh manusia untuk kemudian dijadikan hak milik.  Ia  meliputi  kepemilikan dan hasil usaha berupa harta benda dan segala sesuatu yang mempunyai nilai baik  secara maknawi maupun kebendaan, terlebih lagi pada zaman globalisasi sekarang ini di mana  manusia dituntut untuk menanam modal kemudian mendapatkan bagian daripada keuntungan  penanaman itu, meskipun ada setengah dari mereka yang masih berusaha dengan tenaganya sendiri.

أَطْيَبُ ”, paling baik dan banyak menghasilkan keuntungan. Perkataan al-Thayyib merupakan  lawan kata al-Khabits yang pada kebiasaannya digunakan untuk sesuatu yang diharamkan. Sesuatu  yang halal pada dasarnya mempunyai kedudukan yang sama di sisi syari’at. Namun oleh karena  suatu yang halal itu kadang kala lebih mampu menjauhi sesuatu yang syubhat, maka dikatakan bahwa ini lebih halal dan lebih baik.

مَبْرُوْر ”, perbuatan dan usaha yang tidak mengandungi unsur penipuan dan kecurangan sesuai  dengan ketentuan syari’at.  Ini tentunya melarang daripada melakukan sesuatu yang diharamkan oleh syara’.

Fiqh Hadith
  1. Disyariatkan bertanya tentang usaha yang hendak dilakukan dengan tujuan untuk mengenal pasti keutamaannya.
  2. Keutamaan dalam usaha, bergantung kepada sejauh mana keberkatan dan kebaikan yang di  dalamnya serta mampu menjauhi syubhat apalagi sesuatu yang diharamkan. Jadi keutamaan sesuatu usaha di sisi syari’at tidak semata-mata dilihat dari aspek dan keuntungan yang diperolehi individu yang menjalankan usaha itu.
    usaha berladang
  3. Usaha dan jerih payah hasil tangan sendiri mempunyai keutamaan dan kelebihan di atas  pekerjaan yang  lain.  Menurut  al-Nawawi yang merupakan salah seorang ulama mazhab  al-Syafi’i, sebaik-baik usaha adalah berladang, karena berladang meliputi usaha dan tawakkal,  ditambah lagi usaha ini memiliki manfa’at yang bersifat umum hingga hewan seperti burung dapat hidup di sekitar tempat perladangan itu. Ibn Hajar al-Asqalani memberi  komentar   atas kenyataan al-Nawawi dengan berkata: “Lebih daripada itu, sebaik-baik itu  mendapatkan harta orang kafir yang diambil melalui berjihad, karena ini merupakan salah  satu usaha yang pernah dilakukan Rasulullah S.A.W. Malah ia merupakan salah satu usaha yang dilakukan dengan tangan sendiri.”[1]
  4. Usaha berjual beli menduduki peringkat kedua setelah usaha dengan tangan dengan sendiri.
Perawi Hadith
Rifa’ah bin Rafi’ bin Malik al-Ansori al-Zurqi, panggilannya Abu Mu’adz. Beliau adalah saudara Malik dan Khallad. Beliau turut serta dalam Perang Badar bersama ayahnya. Beliau bersama saudaranya merupakan salah seorang pemimpin dan turut serta dalam setiap peperangan yang dipimpin oleh Rasulullah S.A.W. Beliau meninggal dunia pada permulaan era pemerintahan Mu’awiyyah bin  Abu  Sufyan. Al-Sittah mentengahkan hadithnya selain Muslim dan orang yang mengambil hadith daripadanya adalah anak-anaknya, anak saudaranya dan cucu-cucunya.



[1] Dikarenakan contoh yang dilakukan Nabi SAW, pada masa itu, dan hendaknya kita mengikuti kaidah yang berlaku dan terbaik saat ini. 

Kamis, 04 September 2014

Jerome.S.Bruner


1.      Riwayat Jerome Bruner
Jerome. Seymour. Bruner
Jerome seymour bruner yang lahir pada tanggal 1 Oktober 1915 adalah seorang psikolog Amerika Serikat yang memberi andil bagi teciptanya psikologi kognitif dan teori pembelajaran kognitif dalam psikologi pendidikan, sejarah, dan pada filsafat pendidikan umum. Ia adalah seorang peneliti senior di New York University School of Law. Ia menerima gelar BA pada tahun 1937 dari Dake University dan Ph.D dari Harvard University pada 1941 dibawah bimbingan langsung dari gordon Allport.[1]
Jerome Bruner merupakan salah satu psikolog terkenal dan berpengaruh pada abad ke-20. Ia adalah salah satu figur kunci dalam revolusi kognitif dan dari bidang pendidikan inilah pengaruhnya sangat terasa. Bukunya The Process of Education dan Toward a Theory of Intruction telah dibaca banyak kalangan dan diakui sebagai karya klasik. Sedangkan karyanya tentang program kajian sosial, yakni Man; a Course of Study (MACOS) PADA pertengahan 1960-an menjadi penanda dan pelopor dalam perkembangan kurikulum. Ia bahkan menjadi kritis dengan revolusi kognitif dan memandang bahwa bangunan psikologi kultural telah mempertimbangkan secara tepat konteks historis dan sosial dari para peserta pendidikan.[2]
Jerome Bruner yang lahir di New York City ini, selama Perang Dunia II bekerja pada bidang propaganda dan prilaku populer untuk Angkatan Darat Amerika Serikat dimarkas besarnya yang dipimpin oleh jendral Dwight D.Eisenhower di perancis. Setelah menjadi anggota dari sebuah perguruan tinggi, ia bertindak sebagai professor psikologi dan pendiri bersama dan direktur dari Pusat Kajian Kognitif Pada tahun 1972, Jerome Bruner meninggalkan Harvard untuk mengajar selama beberapa tahun di Universitas Harvard sebagai professor tamu pada tahun 1979 dan dua tahun kemudian mengajar di Sekolah baru Untuk penelitian sosial di New York City.[3]

Banyak teori yang sudah diberikan oleh Bruner bagi dunia pendidikan. Ia menjadi salah satu bapak pendiri teori konstruktivisme. Konstruktivisme adalah sebuah kerangka konseptual luar dengan beragam perspektif, dan ia adalah satu-satunya orang yang dapat menjelaskannya[4]
2.      Karya - karya J.S. Bruner
Pada tahun 1996, ia mempubikasikan The Culture Education.Buku ini merefleksikan perubahan – perubahan berbagai sudut pandangnya sejak dekade 1960-an. Ia mengadopsi sudut panjang bahwa budaya membentuk pikiran dan memberikan bahan mentah yang menarik dunia kita dan konsepsi diri kita, Dan dalam The Process of education (1960), ia menegaskan bahwa dengan memberikan metode pengajaran yang tepat, setiap siswa bisa dengan sukses belajar beberapa mata pelajaran pada setiap tahapan perkembangan intelektualnya.[5]
Karya Bruner yang lain adalah The Relevance of Education (1971) yang menerapkan teori – teorinya pada perkembangan anak.[6]
Bruner juga menunjukan perubahan filosofis selama bertahun – tahun. Mengenai perubahan ini, Lynda Malm (1993: 68) menyatakan bahwa buku Jerome Bruner pada tahun 1990, yakni Act of Meaning merupakan sebuah tantangan bagi psikologi psikologi kognitif. Pernyataanya menimbulkan pengaruh bahwa ada sebuah dimensi kehidupan manusia yang signifikan, yaitu dimensi makna yang psikologi kognitifnya tidak bisa di tunjukan.[7]
3.      Proses Belajar Mengajar Menurut Jerome.S.Bruner
Pendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Bruner ialah, bahwa setiap mata pelajaran dapat diajarkan dengan efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual kepada setiap anak dalam setiap tingkat perkembangannya. Pendiriannya ini didasarkan sebagian besar atas penelitian Jean Piaget tentang perkembangan intelektual anak. Berhubungan dengan hal itu, antara lain:
Jean Piaget
Perkembangan intelektual anak
Menurut penelitian  J. Piaget, perkembangan intelektual anak dapat dibagi menjadi tiga taraf.
1.      Fase pra-operasional, sampai usia 5-6 tahun, masa pra sekolah, jadi tidak berkenaan dengan anak sekolah. Pada taraf ini ia belum dapat mengadakan perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif pribadinya dengan realitas dunia luar. Karena itu ia belum dapat memahami dasar matematika dan fisika yang fundamental, bahwa suatu jumlah tidak berunah bila bentuknya berubah. Pada taraf ini kemungkinan untuk menyampaikan konsep-konsep tertentu kepada anak sangat terbatas.
2.      Fase operasi kongkrit, pada taraf ke-2 ini operasi itu “internalized”, artinya dalam menghadapi suatu masalah ia tidak perlu memecahkannya dengan percobaan dan perbuatan yang nyata; ia telah dapat melakukannya dalam pikirannya. Namun pada taraf operasi kongkrit ini ia hanya dapat memecahkan masalah yang langsung dihadapinya secara nyata. Ia belum mampu memecahkan masalah yang tidak dihadapinya secara nyata atau kongkrit atau yang belum pernah dialami sebelumnya.
3.      Fase operasi formal, pada taraf ini anak itu telah sanggup beroperasi berdasarkan kemungkinan hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang berlangsung dihadapinya sebelumnya.[8]
Tahap-tahap dalam proses belajar mengajar, Menurut Bruner, dalam proses belajar siswa menempuh tiga tahap, yaitu:[9]
1.      Tahap informasi (tahap penerimaan materi) Dalam tahap ini, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari. “The act of learning. Learning a subject seems to involve three almost simultaneous processes. First there is acquisition of new information - often information that runs counter to or is a replacement for what the person has previously known implicitly or explicitly. At the very least it is a refinement of previous knowledge.”[10](Tindakan pembelajaran. subjek Pembelajaran tampaknya melibatkan tiga proses yang hampir bersamaan. Pertama ada pengambil alihan informasi baru - sering kali informasi itu bertentangan dengan atau pengganti apa yang orang sebelumnya telah diketahui secara implisit maupun eksplisit. Setidaknya itu merupakan penyempurnaan dari pengetahuan sebelumnya).
2.      Tahap transformasi (tahap pengubahan materi) Dalam tahap ini, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual “A second aspect of learning may be called transformation - the process of manipulating knowledge to make it fit new tasks. We learn to "unmask"or analyze information, to order it in a way that permits extrapolation or interpolation or conversion into another form. Transformation comprises the ways we deal with information in order to go beyond it ”..[11](Aspek kedua dari pembelajaran dapat disebut transformasi yaitu proses memanipulasi pengetahuan untuk membuatnya sesuai dengan tugas-tugas baru. Kita belajar untuk "membuka kedok" atau menganalisa informasi, untuk itu cara yang memungkinkan adalah ekstrapolasi atau interpolasi atau konversi ke dalam bentuk lain. Transformasi meliputi cara kita menghadapi informasi dalam rangka melampaui itu).
3.      Tahap evaluasi Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau masalah yang dihadapi. “A third aspect of learning is evaluation: checking whether the way we have manipulated information is adequate to the task. Is the generalization fitting, have we extrapolated appropriately ,are we operating properly Often a teacher is crucial in helping with evaluation, but much of it takes place by judgments of plausibility without our actually being able to check rigorously whether we are correct in our efforts.”[12] (Aspek ketiga dari pembelajaran adalah evaluasi: memeriksa apakah cara kita memanipulasi informasi telah memadai untuk tugas. Apakah generalisasi tersebut sesuai, dapatkah kita harus ekstrapolasi dengan tepat, kita beroperasi dengan benar Seringkali seorang guru sangat menentukan dalam membantu dalam evaluasi, tetapi sebagian besar itu dilakukan dengan putusan yang masuk akal tanpa kita benar-benar mampu untuk memeriksa meneliti apakah kita sudah benar dalam upaya kita).


[1] Dina Indriana, mengenal ragam gaya pembelajaran efektif, Jogjakarta: Diva Press,2010, hal 181.
[2] Ibid, hal 182
[3] Ibid,... hal 183
[4] Ibid, hal 184
[5] Ibid, hal 189
[6] Ibid, hal 192
[7] Ibid, hal 193
[8] S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara. 2000,  hal.7-8
[9] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung, PT. Remaja Rosda Karya,  2003, hal.110
[10]Jerome S Bruner, The Process of Education, Cambridge : Harvard University Press, 1977, hal 48
[11] Jerome S Bruner, The Process of Education, Cambridge : Harvard University Press, 1977 hal 48
[12] Jerome S Bruner, The Process of Education, Cambridge: Harvard University Press, 1977 hal 48-49

Batman Begins Background3D Letter R