![]()  | 
| jual beli | 
Syarat yang mengikut pada ulama  fiqh 
adalah “sesuatu  yang 
jika  tidak  berwujud,  maka  suatu hukum tidak diwujudkan pula ”. Dengan arti kata lain, jika syarat tidak berwujud maka jual beli pun
menjadi tidak sah. Syarat  ini  meliputi 
pelaku  transaksi  atau 
pelaku ‘akad  (pembeli  dan  penjual)
di mana mereka mestinya
orang yang sudah berakal dan dewasa. 
Oleh karena itu,
transaksi yang dilakukan oleh orang bodoh dan orang gila tidak sah di sisi
hukum syari’at.
Syarat juga meliputi lafadz yang dengannya akad
menjadi sempurna. Syarat juga turut  meliputi  jenis 
harta  yang  diperjualbelikan,  di 
mana  harta  itu  mestilah  dimiliki 
dan  oleh  karenanya, 
dilarang  menjual hewan atau
burung yang masih terbang di udara, atau ikan yang masih berada di  dalam laut, karena burung atau ikan itu tidak
berada di dalam kekuasaan si penjual. 
Apa yang
dimaksudkan dengan apa-apa yang dilarang dalam berjualbeli  adalah larangan-larangan yang mencakup syarat
jual beli.
عَنْ رِفَاعَتَ بْنِ رَافِعِ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمُ سُئِلَ : أَيُّ
الْكَسْبِ أَطْيَبُ ؟ قَالَ : عَمَلُ
الرَّجُلِ بِيَدِهِ, وكُلُّ بَيْعٍ
مَبْرُوْرٍ". رَوَاهُ الْبَزَّرُ وَصَحِّحَهُ الْحَكِيْمُ.
“Daripada  Rifa’ah 
bin  Rafi’  (r.a) 
bahwa  Nabi  S.A.W  pernah 
ditanya: “Apakah pekerjaan yang lebih baik ? ” Rasulullah S.A.W menjawab: “Usaha seseorang dengan
tangannya sendiri dan setiap jual beli yang berlandaskan kebaikan.” (Diriwayatkan
oleh al-Bazzar dan dinilai
sahih al-Hakim: 801)
Makna Hadith
Setiap manusia pada dasarnya
dituntut bekerja untuk memperoleh rezeki dan mereka mempunyai  pandangan yang berbeda-beda dalam mencari rezeki.  Oleh 
karena  cara  yang 
berbeda  ini  pulalah 
manusia memperolehi rezeki yang berbeda-beda antara satu sama lain untuk
memenuhi keperluan keseharian mereka. Oleh karena seorang muslim dituntut untuk
melakukan sesuatu yang terbaik dan menjauhi usaha haram, maka mereka pun
mendatangi Rasulullah (s.a.w) untuk meminta petunjuk tentang usaha dan
pekerjaan yang terbaik terlebih untuk kemasalahatan dunia maupun akhirat.
Rasulullah S.A.W membimbing mereka dengan mengatakan bahwa dua inti usaha atau pekerjaan,
yaitu berdagang dan bekerja.
Analisis Lafaz
“ الْكَسْبِ
”, sesuatu yang
dikerjakan oleh manusia untuk kemudian dijadikan hak milik.  Ia 
meliputi  kepemilikan dan hasil
usaha berupa harta benda dan segala sesuatu yang mempunyai nilai baik  secara maknawi maupun kebendaan, terlebih
lagi pada zaman globalisasi sekarang ini di mana  manusia dituntut untuk menanam modal kemudian
mendapatkan bagian daripada keuntungan  penanaman
itu, meskipun ada setengah dari mereka yang masih berusaha dengan tenaganya
sendiri.
“ أَطْيَبُ
”, paling baik dan
banyak menghasilkan keuntungan. Perkataan al-Thayyib merupakan  lawan kata al-Khabits yang pada kebiasaannya digunakan
untuk sesuatu yang diharamkan. Sesuatu  yang
halal pada dasarnya mempunyai kedudukan yang sama di sisi syari’at. Namun oleh
karena  suatu yang halal itu kadang kala
lebih mampu menjauhi sesuatu yang syubhat, maka dikatakan bahwa ini lebih halal
dan lebih baik.
“ مَبْرُوْر
”, perbuatan dan usaha
yang tidak mengandungi unsur penipuan dan kecurangan sesuai  dengan ketentuan syari’at.  Ini tentunya melarang daripada melakukan sesuatu
yang diharamkan oleh syara’.
Fiqh Hadith
- Disyariatkan bertanya tentang
     usaha yang hendak dilakukan dengan tujuan untuk mengenal pasti
     keutamaannya.
 - Keutamaan dalam usaha,
     bergantung kepada sejauh mana keberkatan dan kebaikan yang di  dalamnya serta mampu menjauhi syubhat
     apalagi sesuatu yang diharamkan. Jadi keutamaan sesuatu usaha di sisi
     syari’at tidak semata-mata dilihat dari aspek dan keuntungan yang
     diperolehi individu yang menjalankan usaha itu.

usaha berladang  - Usaha dan jerih payah hasil
     tangan sendiri mempunyai keutamaan dan kelebihan di atas  pekerjaan yang  lain. 
     Menurut  al-Nawawi yang merupakan
     salah seorang ulama mazhab 
     al-Syafi’i, sebaik-baik usaha adalah berladang, karena berladang
     meliputi usaha dan tawakkal, 
     ditambah lagi usaha ini memiliki manfa’at yang bersifat umum hingga
     hewan seperti burung dapat hidup di sekitar tempat perladangan itu. Ibn
     Hajar al-Asqalani memberi 
     komentar   atas kenyataan
     al-Nawawi dengan berkata: “Lebih daripada itu, sebaik-baik itu  mendapatkan harta orang kafir yang
     diambil melalui berjihad, karena ini merupakan salah  satu usaha yang pernah dilakukan
     Rasulullah S.A.W. Malah ia merupakan salah satu usaha yang dilakukan
     dengan tangan sendiri.”[1]
 - Usaha berjual beli menduduki
     peringkat kedua setelah usaha dengan tangan dengan sendiri.
 
Perawi Hadith
Rifa’ah bin Rafi’ bin Malik
al-Ansori al-Zurqi, panggilannya Abu Mu’adz. Beliau adalah saudara Malik dan
Khallad. Beliau turut serta dalam Perang Badar bersama ayahnya. Beliau bersama
saudaranya merupakan salah seorang pemimpin dan turut serta dalam setiap
peperangan yang dipimpin oleh Rasulullah S.A.W. Beliau meninggal dunia pada
permulaan era pemerintahan Mu’awiyyah bin 
Abu  Sufyan. Al-Sittah
mentengahkan hadithnya selain Muslim dan orang yang mengambil hadith
daripadanya adalah anak-anaknya, anak saudaranya dan cucu-cucunya.
[1] Dikarenakan contoh yang dilakukan
Nabi SAW, pada masa itu, dan hendaknya kita mengikuti kaidah yang berlaku dan
terbaik saat ini. 





