----------SUGENG RAWUH----------

Rabu, 27 Maret 2013

TAHLILAN DLAM PERSPEKTIF NU (nahdhatul ulama')

Dalam bahasa Arab, Tahlil berarti menyebut kalimah ―syahadah yaitu -La ilaha illa Allah . Dalam konteks Indonesia, tahlil menjadi sebuah istilah untuk menyebut suatu rangkaian kegiatan doa yang diselenggarakan  dalam rangka mendoakan keluarga yang sudah meninggal dunia

berdoa

Di atas, kita telah tahu pengertian tahlil secara bahasa maupun istilah. Bahwa tahlil, secara bahasa berarti pengucapan kalimat  la ilaha illallah.  Sedang tahlil secara istilah, sebagaimana ditulis KH M. Irfan Ms, salah seorang tokoh NU, ialah mengesakan Allah dan tidak ada pengabdian yang tulus kecuali hanya kepada Allah, tidak hanya mengakui Allah sebagai Tuhan tetapi juga untuk mengabdi, sebagimana dalam pentafsiran kalimah thayyibah. Pada perkembangannya, tahlil di’itilahkan sebagai rangkaian kegiatan doa yang  diselenggarakan dalam rangka mendoakan keluarga yang sudah meninggal dunia.
 Sebenarnya tahlil bisa dilakukan sendiri-sendiri, namun kebiasaannya tahlil dilakukan dengan cara berjamaah. Dalam buku Antologi NU diterangkan, sebelum doa dilakukan, dibacakan terlebih dahulu kalimah-kalimah syahadad, hamdalah, takbir, shalawat, tasbih, beberapa ayat suci al-Qur‘an dan tidak ketinggalan hailallah (membaca laa ilaaha illahllaah) secara bersama-sama.
Biasanya acara tahlil dilaksanakan sejak malam pertama orang meninggal sampai tujuh harinya. Lalu dilanjutkan lagi apda hari ke  -40, hari ke-100, dan hari ke-1000. Selanjtunya dilakukan setiap tahun dengan nama khol atau haul, yang waktunya tepat pada hari kematiannya. Setelah pembacaan doa biasanya tuan rumah menghidangkan makanan dan minuman kepada para jamaah. Kadang masih ditambah dengan berkat (buah tangan berbentuk makanan matang). Pada perkembangannya di beberapa daerah ada yang mengganti  berkat,  bukan lagi dengan makanan matang, tetapi dengan bahan-bahan makanan, seperti mie, beras, gula, teh, telur, dan lain-lain. Semua itu diberikan sebagai sedekah, yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal dunia tersebut. Sekaligus sebagai manifestasi rasa dinta yang mendalam baginya.
Dalam menjelaskan masalah tahlil,  H.M.Cholil Nafis, tokoh pembesar NU, menjelaskan pula sejarah tahlil, sebelum memberikan dasar-dasar dibolehkannya tahlil. Menurutnya,  berkumpulnya orang-orang untuk tahlilan pada mulanya ditradisikan oleh Wali Songo (sembilan pejuang Islam di  tanah Jawa). Seperti yang telah kita ketahui, di antara yang paling berjasa menyebarkan ajaran Islam di Indonesia adalah Wali Songo. Keberhasilan dakwah Wali Songo ini tidak lepas dari cara dakwahnya yang mengedepankan metode kultural atau budaya. Wali Songo tidak secara frontal menentang tradisi Hindu yang telah mengakar kuat di masyarakat, namun membiarkan tradisi itu berjalan, hanya saja isinya diganti dengan nilai Islam. Dalam tradisi lama, bila ada orang meninggal, maka sanak famili dan tetangga berkumpul di rumah duka. Mereka bukannya mendoakan mayit tetapi begadang dengan bermain judi atau mabuk-mabukan. Wali Songo tidak serta merta membubarkan tradisi tersebut, tetapi masyarakat dibiarkan tetap berkumpul namun acaranya diganti dengan mendoakan pada mayit. Jadi istilah tahlil seperti pengertian di atas tidak dikenal sebelum Wali Songo.
Warga NU sampai sekarang tetap mempertahankan tahlil, salah satu tradisi yang dimunculkan pertama kali oleh Walisanga. KH Sahal Mahfud, ulama NU dari Jawa Tengah, berpendapat bahwa acara tahlilan yang sudah mentradisi hendaknyaterus dilestarikan sebagai salah satu budaya yang bernilai islami dalam rangka melaksanakan ibadah sosial sekaligus meningkatkan dzikir kepada Allah.
Kalau kita tinjau apa yang disampaikan KH Sahal Mahfud, terdapat dua hikmah dilakukannya tahlil, yaitu,  pertama, hamblumminannas, dalam rangka melaksanakan ibadah sosial; dan kedua, hablumminallah, dengan meningkatkan dzikir kepada Allah.
Mari kita lihat perspektif Ulama NU tentang dua hikmah tahlil tersebut.
Pertama,
bahwa dalam tahlil terdapat aspek ibadah sosial, khususnya tahlil yang dilakukan secara berjamaah. Dalam tahlil, sesama muslil akan berkumpul sehingga tercipta hubungan silaturrahmi di antara mereka. Selain itu, dibagikannya berkat,  sedekah berupa makanan atau bahan makanan, juga merupakan bagian dari ibadah sosial.
Dalam sebuah hadis dijelaskan, yang artinya:
Dari Amr bin Abasah, ia berkata, saya mendatangi Rasulullah SAW kemudian saya bertanya, “Wahai Rasul, apakah Islam itu?” Rasulullah SAW menjawab, “Bertutur kata yang baik dan menyuguhkan makanan. (HR Ahmad)
Menurut NU, sebagaimana disampaiakan H.M.Cholil Nafis,  memberi jamuan yang biasa diadakan ketika ada orang meninggal, hukumnya boleh (mubah), dan menurut mayoritas ulama bahwa memberi jamuan itu termasuk ibadah yang terpuji dan dianjurkan. Sebab, jika dilihat dari segi jamuannya termasuk sedekah yang dianjurkan oleh Islam yang pahalanya dihadiahkan pada orang telah meninggal.
Dan lebih dari itu, ada tujuan lain yang ada di  balik jamuan tersebut, yaitu  ikramud  dla`if  (menghormati tamu), bersabar menghadapi musibah dan tidak menampakkan rasa susah dan gelisah kepada orang lain.
Dalam hadits shahih yang lain disebutkan, yang artinya:
Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya ada seorang  laki-laki bertanya, "Wahai Rasulullah SAW, Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, apakah ada manfaatnya jika akan bersedekah untuknya?" Rasulullah menjawab, "Ya”. Laki-laki itu berkata, “Aku memiliki sebidang kebun, maka aku mempersaksikan kepadamu bahwa aku akan menyedekahkan kebun tersebut atas nama ibuku.” (HR Tirimidzi)
Pembolehan sedekah untuk mayit juga dikuatkan dengan pendapat Ibnu Qayyim al-Jawziyah yang dengan tegas mengatakan bahwa sebaik -baik amal yang dihadiahkan kepada mayit adalah memerdekakan budak, sedekah, istigfar, doa dan haji. Adapun pahala membaca Al-Qur'an secara sukarela dan pahalanya diberikan kepada mayit, juga akan sampai kepada mayit tersebut. Sebagaimana pahala puasa dan haji. Namun demikian, karena memberikan jamuan untuk tamu berupa  berkat adalah hukumnya boleh, maka kemampuan ekonomi tetap harus tetap menjadi pertimbangan utama. Tradisi NU dalam memberi jamuan makan untuk tamu tidaklah sesuatu yang wajib. Orang yang tidak mampu secara ekonomi, semestinya tidak memaksakan diri untuk memberikan jamuan dalam acara tahlilan, apalagi sampai berhutang ke sana ke mari atau sampai mengambil harta anak yatim dan ahli waris yang lain, demikian dikatakan KH. Cholil Nafis.
Semua jamuan dan doa dalam tahlilan pahalanya dihadiahkan kepada mayit. Warga NU percaya bahwa bersedekah untuk mayit, pahalanya akan sampai kepada mayit.
Dalam buku Risalah Amaliyah Nahdhiyin disebutkan dikutip sebuah hadis di mana Rasulullah pahala sedekah untuk mayit akan sampai.
Dari Aisyah ra.bahwa seorang laki-laki berkata kepada rasulullah SAW.
bersedekah
“Sesungguhnya ibuku telah meninggal, dan aku melihatnya seolah-olah dia berkata, bersedekahlah. Apakah baginya pahala jika aku bersedekah untuknya?”. Rasulullah SAW. Bersabda,”ya”. (HR. Muttafaqu ‗alaih)
Perintah Rasulullah yang senada itu juga dapat ditemukan dalam hadits-hadits yang lain. Bahkan beliau menyebut amalan sedekah sebagai amalan yang tidak akan pernah putus meskipun oranng yang bersedekah itu telah meninggal dunia. Pahala sedekah tidak saja dapat mengalir ketika yang bersangkutan masih hidup, tetapi juga ketika jasad sudah ditinggalkan oleh rohnya.
Dari Abi Hurairah ra.bahwa rasulullah SAW.bersabda: 
'Tatkala manusia meninggal maka putuslah semua amalnya, kecuali tiga perkara. Yaitu amal Jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh yang mendoakannya.” (HR. Muslim).
Dalil lain adalah hadits yang dikemukakan oleh Dr. Ahmad as-Syarbashi, guru besar pada Universitas al-Azhar, dalam kitabnya,  Yas`aluunaka fid Diini wal Hayaah, sebagaimana dikutip KH. Chilil Nafis, yang artinya sebagai berikut:
―Sungguh para ahli fiqh telah berargumentasi atas kiriman pahala ibadah itu dapat sampai kepada orang yang sudah meninggal dunia, dengan hadist bahwa sesungguhnya ada salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw,   seraya berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami bersedekah untuk keluarga kami yang sudah mati, kami melakukan haji untuk mereka dan kami berdoa bagi mereka; apakah hal tersebut pahalanya dapat sampai kepada mereka? Rasulullah saw bersabda:  Ya! Sungguh pahala dari ibadah itu benar-benar akan sampai kepada mereka dan sesungguhnya mereka itu benar-benar bergembira dengan kiriman pahala tersebut, sebagaimana salah seorang dari kamu sekalian bergembira dengan hadiah apabila hadiah tersebut dikirimkan kepadanya!"
Jadi, menurut NU, doa dan sedekah yang pahalanya diberikan kepada mayit akan diterima oleh Allah.
Argumentasi selanjutnya adalah, bahwa tahlil merupakan sarana hablumminallah, sebab doa-doa atau bacaan-bacaan dalam tahlil merupakan bacaan-bacaan dzikrullah yang mana apa yang dibaca tersebut sesuati dengan sunnah Nabi Muhamamd saw. Bahwa ummat Islam diperintahkan, tidak hanya berdoa untuk orang yang masih hidup, tetapi juga untuk orang yang sudah meninggal
Allah swt berfirman:
Artinya:

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Orang-orang yang datang sesudah mereka(Muhajirin dan  Anshar), mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu daripada kami.” (QS. Al-Hasyr: 10)

KH M. Irfan Ms pernah mengatakan bahwa tahlil dengan serangkaian bacaannya yang lebih akrab disebut dengan tahlilan tidak hanya berfungsi hanya untuk mendoakan sanak kerabat yang telah meninggal, akan tetapi lebih dari pada itu tahlil dengan serentetan bacaannya mulai dari surat Al-ikhlas, Shalawat, Istighfar, kalimat thayyibah dan seterusnya memiliki makna dan filosofi kehidupan manusia baik yang bertalian dengan i‘tiqad Ahlus Sunnah wal jamaah, maupun gambaran prilaku manusia jika ingin memperoleh keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Dari susunan bacaannya tahlilan terdiri dari dua unsur, yaitu syarat dan rukun.

 Bacaan-bacaan yang termasuk syarat tahlil adalah: 

1. Surat al-Ikhlas
2. Surat al-Falaq
3. Surat an-Nas
4. Surat al-Baqarah ayat 1 sampai ayat 5
5. Surat al-Baqarah ayat 163 
6. Surat al-Baqarah ayat 255 
7. Surat al-Baqarah ayat dari ayat 284 sampai ayat 286
8. Surat al-Ahzab ayat 33
9. Surat al-Ahzab ayat 56 
10. Dan sela-sela bacaan antara Shalawat, Istighfar, Tahlil da Tasbih
 
Adapun bacaan yang dimaksud dengan rukun tahlil ialah bacaan

1. Surat al-Baqarah ayat 286   
2. Surat al-Hud ayat 73
3. Shalawat Nabi
4. Istighfar
5. Kalimat Thayyibah
6. Tasbih
Seperti, misalnya sebuah hadis yang mengatakan bahwa ―orang yang menyebut “la ilaha illa Allah” akan dikeluarkan dari neraka." Dalam rangkaian tahlil biasanya juga membaca surat Yasin secara berjamaah. Perbuatan ini sesuai dengan apa yang diperintahkan Nabi SAW dalam beberapa haditsnya yang secara terang-terangan memerintahkan supaya umat islam membacakan ayat-ayat al-Qur‘an untuk orang yang telah meninggal dunia. Dari Mu‘aqqol ibn Yassar r.a:  "barang siapa membaca surat Yasin karena mengharap ridlo Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, maka bacakanlah surat yasin bagi orang yang mati diantara kamu.” (H.R. Al-Baihaqi, dalam Jami‘us Shogir: bab Syu‘abul Iman)
Kemudian, tentang dzikir yang dilakukan secara berjamaah, termasuk dalam acara tahlilan, juga masuk perkara ikhtilaf antara NU dan Muhammadiyah. Permasalah ini akan kita bahas pada bab tersendiri. Yang perlu dibahas lebih dalamdisini, yang juga menjadi kontroversi Ulama, adalah membaca surat al-Fatiah untuk dihadiahkan kepada mayit. Dalam pembacaan tahlil, setelah jamaah bersama-sama melantunkan shahadat, sebelum dilanjutkan dengan bacaan-bacaan dan doa-doa yang lain, biasanya pemimpin tahlil akan menghadiahi fatihah yang ditujuakan kepada, Nabi Muhammad saw berserta keluarga, para sahabat, kepada orang-orang sholih, dan kepada orang yang meninggal. NU berpendapat bahwa membaca surat al-Fatihah yang dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal hukumnya adalah boleh.
KH A Nuril Huda, mengutip pendapat  Ibnu 'Aqil, salah seorang tokoh besar madzhab Hanbali yang mengatakan: "Disunnahkan menghadiahkan bacaan Al-Qur'an kepada Nabi SAW.
Ibnu 'Abidin telah bertaka sebagaimana tersebut dalam  Raddul Muhtar 'Alad-Durral Mukhtar:
"Ketika para ulama kita mengatakan boleh bagi seseorang untuk menghadiahkan pahala amalnya untuk orang lain, maka termasuk di dalamnya hadiah. kepada  Rasulullah SAW Karena beliau lebih berhak mendapatkan dari pada yang lain. Beliaulah yang telah menyelamatkan kita dari kesesatan. Berarti hadiah tersebut termasuk salah satu bentuk terima kasih kita kepadanya dan membalas budi baiknya.
membaca Al-quran
Bukankah seorang  yang kamil (tinggi derajatnya) memungkinkan untuk bertambah ketinggian derajat dan kesempurnaannya. Dalil sebagian orang yang melarang bahwa perbuatan ini adalah  tahshilul hashil  (percuma) karena semua amal umatnya otomatis masuk dalam tambahan amal Rasulullah, jawabannya adalah bahwa ini bukanlah masalah. Bukankah Allah Subhanahu wa Taala  memberitakan dalam Al-Qur'an bahwa Ia bershalawat terhadap Nabi SAW kemudian Allah memerintahkan kita untuk bershalawat Bolehnya menghadiakan al-Fatikhah juga diperkuat dengan pendapat Ibnu Hajar al Haytami dalam Al-Fatawa  al-Fiqhiyyah. Juga, Al-Muhaddits Syekh Abdullah al-Ghumari dalam kitabnya  Ar-Raddul Muhkam al-Matin, yang mengatakan:
"Menurut saya boleh saja seseorang menghadiahkan bacaan Al -Qu'an atau yang lain kepada baginda Nabi SAW, meskipun beliau selalu mendapatkan pahalasemua kebaikan yang dilakukan oleh umatnya, karena memang tidak ada yang melarang hal tersebut. Bahwa para sahabat tidak melakukannya, hal ini tidak menunjukkan bahwa itu dilarang.
Jika hadiah bacaan Al-Qur'an termasuk al-Fatihah diperbolehkan untuk Nabi, maka, menurut Ulama NU, menghadiahkan al-Fatihah untuk para wali dan orang-orang saleh yang jelas-jelas membutuhkan tambahnya ketinggian derajat dan
kemuliaan juga dihukumi boleh.
Selain hadiah al-Fatihah, hal yang juga menjadi tradisi NU, dan tidak terdapat di Muhammadiyah adalah tradisi Haul. Masalah haul, barangkali tepat untuk sekalian kita angkat di sini, sebab dalam acara haul yang ditradisikan oleh NU dipastikan ada pembacaan tahlil.
Haul adalah peringatan kematian yang dialukan setahun sekali, biasanya diadakan untuk memperingati kematian para keluarga yang telah meninggal dunia atau para tokoh. Tradisi haul diadakan berdasarkan hadits Rasulullah SAW. Diriwayatkan:
Rasulullah berziarah ke makam Syuhada (orang-orang yang mati syahid) dalam perang Uhud dan makam keluarga Baqi. Beliau mengucap salam dan mendoakan mereka atas amal-amal yang telah mereka kerjakan. (HR. Muslim)Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Al-Wakidi disebutkan bahwa: Rasulullah SAW mengunjungi makam para pahlawan  perang Uhud setiap tahun. Jika telah sampai di Syiib (tempat makam mereka), Rasulullah agak keras berucap:
Assalâmualaikum bimâ shabartum fanima uqbâ ad-dâr. (Semoga kalian selalu mendapat kesejahteraan ats kesabaran yang telah kalian lakukan. Sungguh akhirat adalah tempat yang paling nikmat). Abu Bakar, Umar dan Utsman juga malakukan hal yang serupa. (Dalam Najh al-Balâghah)
Para ulama menyatakan, peringatan haul tidak dilarang oleh agama, bahkan dianjurkan. Ibnu Hajar dalam Fatâwa al-Kubrâ Juz II, sebagaimana  dikutip A. Khoirul Anam dalam artikelnya,  menjelaskan, para Sahabat dan Ulama tidak ada yang melarang peringatan haul sepanjang tidak ada yang meratapi mayyit atau ahli kubur sambil menangis. Peringatan haul yang diadakan secara bersama-sama menjadi penting bagi umat Islam untuk bersilaturrahim satu sama-lain; berdoa sembari memantapkan diri untuk menyontoh segala teladan dari para pendahulu; juga menjadi forum penting untuk menyampaikan nasihat-nasihat keagamaan.
Demikianlah pendapat NU mengenai  tahlil, yang intinya tahlil tidak bertentangan dengan syariat. Karena dengan seseorang mengikuti tahlilan, baik sendiri-sendiri, berjamaah, dalam acara haul atau tidak, maka mereka menjadi berdzikir dengan mengalunkan kalimah syahadah, juga membaca ayat suci al-Qur‘an serta bacaan dzikir yang lain, yang semua itu tidak lain sebagai cara istighatsah kepada Allah agar doanya diterima untuk mayit.


Dikutip dari :  FIQH AL-IKHTILAF NU-MUHAMMADIYAH / M. Yusuf Amin Nugroho

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Batman Begins Background3D Letter R