----------SUGENG RAWUH----------

Selasa, 03 September 2013

apa sih RIBA itu ....??



“Riba” secara bahasa adalah tambahan dan ada yang menyebutnya sebagai al-ruma’ dan ada pula yang menyebutnya sebagai al-rubiyah. Riba menurut syari’at pula adalah tambahan dengan sifat tertentu.
Macam-macam riba
Macam-macam riba menurut sebagian besar ulama, terbagi menjadi dua, yaitu riba fadhl dan riba nasi’ah.Sedangkan menurut Syafi’i secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang-piutang dan riba jual beli. 

KELOMPOK PERTAMA terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyah. Adapun kelompok kedua terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasiah.
  • Riba Qardh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang (muqtaridh).
  • Riba Jahiliyah
Utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.

KELOMPOK DUA
  • Riba Fadhl
Riba fadhl disebut juga riba buyu yaitu riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya,sama kuantitasnya, dan sama waktu penyerahannya.
  • Riba Nasiah
Menurut Sayid Sabiq, riba Nasi’ah ialah tambahan yang disyaratkan yang diambil oleh orang yang menghutangi dari orang yang berhutang, sebagai imbangan atas penundaan pembayaran utangnya. Riba nasiah disebut juga riba duyun yaitu riba yang timbul akibat utang piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko dan hasil usaha muncul bersama biaya. Contoh: Si A berutang kepada si B sebanyak Rp. 1000 dan akan dikembalikan setelah habis masa sebulan. Setelah habis masa sebulan A belum sanggup membayar utangnya karena itu ia minta kepada si B agar bersedia menerima penangguhan pembayaran. B bersedia memberi tangguh asal A menambah pembayaran sehingga menjadi Rp. 1300. Tambahan pembayaran dengan penangguhan waktu serupa ini disebut riba nasiah.

Hadist dari Jabir (r.a), beliau berkata: “Rasulullah (s.a.w) melaknat orang yang memakan harta riba, wakilnya, penulisnya dan orang yang menyaksikannya.” Baginda bersabda: “Mereka semua adalah sama.”(Diriwayatkan oleh Muslim: 850).
Amalan riba adalah salah satu bentuk cara memakan harta orang lain dengan cara batil. Setiap bentuk riba mengakibatkan konsekuensi, karena orang yang menjadi mangsa riba tidak dapat meminta hartanya kembali.Akibat amalan riba yang merajalela sukar memberi pinjaman kepada orang yang benar-benar memerlukannya. Ini adalah perbuatan yang diharamkan yang wajib dibasmi dengan prinsip amar makruf dan nahi mungkar. Oleh itu,Islam amat tegas melarang amalan keji ini, malah Allah (s.w.t) berfirman: 

 فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ


Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.  (Surah al-Baqarah: 279).

Banyak lagi nas-nas al-Qur’an dan hadith yang melarang sekali tindakan riba, salah satunya adalah hadith diatas di mana Allah melaknat orang yang memakan riba, wakilnya, penulisnya dan orang yang menyaksikannya, bahkan kedudukan mereka sama dalam memperoleh dosa.
Daripada Abu Sa’id al-Khudri (r.a) bahwa Rasulullah (s.a.w) bersabda:
“Jangan kamu menjual emas dengan emas kecuali dengan timbangan yang sama dan jangan kamu melebihkan satu timbangan dengan yang lain, jangan kamu menjual perak dengan perak kecuali dengan timbangan yang sama dan jangan kamu melebihkan satu timbangan dengan yang lain, dan jangan kamu menjual keduanya di mana salah satu daripadanya dijual tunai dan satunya lagi dijual secara mengansur.” (Muttafaq alahi: 853).
Hadith ini merupakan salah satu kaidah yang mengharamkan riba fadhal(pertambahan jumlah) dan riba nasa’ (pertambahan waktu) dalam berjual beli dan pertukaran barang yang satu jenis, di mana salah seorang dari kedua belah pihak yang bertransaksi tidak dibolehkan melebihkan timbangan maupun takaran dan tidak dibolehkan menetapkan pembayaran kepada waktu yang lain selagi barang yang diperjual belikan itu satu jenis.
Fiqh Hadith diatas
Dibolehkan menjual atau menukar (jual beli sharf) emas dengan emas,perak dengan perak dengan syarat masing-masing barang mestilah sama dan tidak boleh menetapkan pembayaran (penukaran).
Haram melebihkan salah satu barang terhadap barang yang satu jenis atau menetapkan pembayaran (penukaran) karena penambahan dan penetapan merupakan salah satu amalan riba, bahkan jika emas perhiasan ditukar dengan emas yang belum dibentuk, maka takaran dan timbangannya mestilah tetap sama dan tidak dibolehkan meminta, kecuali sama timbangan, takaran dan dilakukan secara tunai, dan tidak boleh meminta bayaran lebih dengan alasan sebagai ongkos pembuatan. Inilah pendapat ulama fiqh.
Jika satu jenis barang ditukar dengan jenis barang yang sama tetapi salah satu barang yang ditukar itu terdapat tambahan barangan yang lain seperti seseorang yang menjual satu dirham dan sehelai baju dengan dua dirham, maka pertukaran seperti ini tetap tidak dibolehkan. Inilah pendapat sebahagian sahabat, tabi’in, Imam al-Syafi’i, Imam Ahmad dan Ishaq. Demikian pula jika seseorang menjual satu mud 6 tamar ajwah dan satu mud bahan makanan saihani, dengan 2 mud tamar ajwah, maka jual beli seperti ini tetap tidak dibolehkan menurut Imam al-Syafi’i dan sekumpulan ulama. Perbahasan ini akan dibahas secara terperinci dalam masalah mud‘ajuwah, karena hadith ini hanya membahas tentang pertukaran antara emas dengan emas dan perak dengan perak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Batman Begins Background3D Letter R